Berkecamuk rinduku pada tautan kidungmu
Selembut sutra
menyapa purnama di awal senja
Bersamaan kelelawar keluar dari daun pisang
Aku pun terselingar pada tarian barjanji
di surau tua pinggir dusun
Lalu,
Kuambil terompah buntut
Menuju surau tua
Membasuh wajah-wajah lusuh
Melantun tembang suci Keillahian
“Terlintas hingar, yang pernah kau suguhkan di hadapanku
Berkelebat liar, hingga aku pun tak sanggup menepisnya”
--Bisikmu, disela rasa inginmu
Walau hanya setangkup cinta
Rebahkan ingin pada paruh malam
Kidungmu menyeruak di dasar jiwa
Hingga daun waru ini mengering
“Katakan dimana,
aku bisa temukan paruh malam
yang cukup kokoh untukku bersandar
tuk rasakan getaran hasrat yang menyapa”
--Pelan, ujarmu dengan rasa rindu
Sejenak,
Malamku tak lagi berbentuk
Sejak sinar gumintang
Hanya menjadi kerlip cahaya di kejauhan
Seperti halnya carik kertas tanpa kata
Hampa!
Awan tipis pun berarak menyelimuti surau
Kala kubungkus rindu ini, di sudut ruang
Jangan tanyakan sandaran yang kokoh
Tak ada, tiang yang sempurna
Lalu,
Jangan ragu, luruhkan tembangmu
Yakinkan dalam untaian do'a
Kan kau temukan gugus bimasakti
Menjadi rasi bintang nan jelita
Sekiranya,
Kau hanya sebatas perempuanku
Tumbuh dan menualah bersama musimku
Ijinkan aku merepih hatimu
Kau, Aku
Yaa, hanya kita
Tutup pintu dan jendela
Rebahkan nafasmu pada ujung selimutku
Mari kita bingkai cerita cinta
Dengan belantara do’a
Bumi Ronggolawe, 02 Agustus 2011
Posting Komentar