PARADIGMA pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Selama ini paradigma pembangunan mengalami proses perkembangan diantaranya meliputi: pertama diawali dengan paradigma pertumbuhan (growth paradigm), kedua pergeseran dari paradigma pertumbuhan menjadi paradigma kesejahteraan (welfare paradigm), ketiga adalah paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development paradigm). Paradigma pembangunan pada suatu waktu tertentu dipergunakan sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu negara, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembangunannya. Peningkatan kualitas pembangunan yang benar-benar berorientasi untuk peningkatan kualitas hidup manusia dan kepentingan kesejahteraan rakyat adalah merupakan salah satu perwujudan good governance.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia yaitu Pembangunan Sosial. Ciri paling mendasar dari pembangunan sosial yaitu upaya untuk menjelaskan kebijakan-kebijakan sosial dengan langkah-langkah yang dirancang untuk meningkatkan pembangunan ekonomi. Disisi lain ada juga pendekatan-pendekatan seperti Philantropy, karya sosial dan administrasi sosial memiliki persinggungan dengan pembangunan ekonomi, namun tidak ada satupun yang secara dramatis atau dengan sengaja menyelaraskan pembangunan ekonomi dan tujuan-tujuan sosial yang menekankan pada pembangunan.
Pendekatan pembangunan sosial mengatasi perdebatan antara residualis-institusionalis dengan cara mengaitkan kesejahteraan sosial secara langsung dengan kebijakan-kebijakan dan program pembangunan ekonomi. Akan tetapi, pendekatan pembangunan sosial relevan dengan semua bentuk masyarakat yang sedang berusaha untuk meningkatkan pembangunan ekonominya. Pendekatan ini perlu di dukung komitmen lebih luas dalam pembangunan ekonomi dan menitikberatkan pentingnya intervensi-intervensi sosial yang berjalan searah dengan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi.
Oleh karena itu menjelang berakhirnya abad XX, terasa amat penting dibutuhkan pendekatan-pendekatan baru untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, termasuk pendekatan pembangunan sosial. Jenis kesejahteraan statis yang bersifat komprehensif yang menandai pemikiran kebijakan sosial di masa lalu, telah banyak dikecam karena tidak berhasil menghadapi secara realistis penurunan-penurunan ekonomi dan kurang memperhatikan realitas perekonomian lainnya. Di berbagai belahan dunia terjadi kesulitan-kesulitan ekonomi, sehingga program-program sosial yang sejalan dengan program ekonomi besar kemungkinan akan mendapat dukungan luas. Pembangunan sosial menawarkan sebuah pendekatan yang tidak hanya mengakui realitas-realitas perekonomian yang lebih luas melainkan juga aktif mempromosikan pembangunan. Intinya adalah pembangunan dan intervensi-intervensi dilakukan dengan cara yang serasi dengan tujuan-tujuan pembangunan.
Pembangunan dan “Distorted Development”
Istilah “Pembangunan” dewasa ini digunakan secara luas. Hampir semua orang mengaitkannya dengan proses perubahan ekonomi yang langsung lewat industrialisasi. Istilah inipun mengisyaratkan suatu proses perubahan sosial akibat urbanisasi, pengambilan gaya hidup modern dan perilaku-perilaku lainnya. Lebih jauh lagi pembangunan memiliki konotasi kesejahteraan yang menunjukkan bahwa pembangunan memperkuat pemasukan masyarakat dan meningkatkan derajat pendidikan, kondisi perumahan dan status mereka. Namun di antara berbagai makna ini, konsep pembangunan paling sering diasosiasikan dengan perubahan ekonomi. Hampir semua orang mengartikan pembangunan dengan kemajuan ekonomi.
Para pengecam yang berpendapat pesemis akan mempersoalkan hal-hal yang positif dengan segala pembenarannya. Mereka mencatat bahwa kemiskinan yang membelit masih menjadi karakter berjuta-juta orang di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Kondisi-kondisi perumahan di banyak kota di negara dunia ketiga masih amat menyedihkan, hantu kelaparan masih mengganggu jutaan penduduk desa, anak-anak jalanan membanjiri jalan raya, banyak sekali pemuda yang meniggal dalam usia muda dan masih sangat banyak eksploitasi tenaga kerja dewasa maupun anak-anak. Banyak orang biasa melihat bahwa di negara-negara industrial makmur sekalipun, masih belum terselesaikan masalah gelandangan, pelacuran dan lain-lain di pusat kota, mereka yang percaya bahwa pada abad ini hanya sedikit terjadi kemajuan sosial, akan mencatat bahwa bencana perang terus merenggut nyawa jutaan orang dan mengamati bahwa banyak penguasa diktator yang masih bercokol menguasai negara dalam jangka waktu yang panjang.
Gejala kemiskinan yang masih bertahan di tengah riuhnya kemakmuran ekonomi adalah salah satu masalah paling problematis dalam pembangunan dewasa ini. Di berbagai belahan dunia, pembangunan ekonomi tidak disetai oleh tingkat kemajuan sosial yang sesuai. Gejala ini sering disebut sebagai pembangunan yang terdistorsi (Distorted Development). Pembangunan terdistorsi muncul dalam masyarakat, dimana pembangunan ekonomi tidak diikuti oleh pembangunan sosial yang setaraf. Di negara-negara tersebut masalahnya bukan tidak ada pembangunan ekonomi, melainkan lebih pada gejala-gejala menyelaraskan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial dan kegagalan untuk memberi jaminan bahwa hasil-hasil kemajuan ekonomi dapat disebar merata di masyarakat.
Kita tidak dapat memungkiri bahwa meskipun tingkat pembangunan ekonominya tinggi, ternyata kondisi pembangunan terdistorsi juga terjadi dalam skala yang mengejutkan di negara-negara industrial seperti Inggris dan AS. Di kedua negara ini pembangunan ekonomi tidak berhasil mengikis kemiskinan dan memberi kesejahteraan secara merata. Ini bukan berarti bahwa tidak ada kemajuan sosial sama sekali di kedua negara tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa standar hidup di kedua negara tersebut cukup tinggi. Permasalahannya adalah bahwa segmen-segmen masyarakat tertentu masih belum menikmati petumbuhan ekonomi itu. Di negara ini masalah pembangunan terdistorsi paling terlihat pada daerah-daerah kumuh di pusat kota dan masyarakat miskin di pedesaan. Pusat-pusat kota semakin rusak, tidak hanya secara fisik melainkan juga secara sosial. Di sana terdapat kemiskinan, pengangguran, kejahatan, pecahnya keluarga, penggunaan obat terlarang dan gejala kemerosotan sosial lainnya.
Di samping itu penindasan terhadap kaum wanita dan kerusakan lingkungan juga merupakan akibat kondisi pembangunan terdistorsi. Di negara dunia ketiga. Seperti disebut di atas, relatif sedikit negara dunia ketiga yang tidak atau sedikit mengalami pertumbuhan ekonomi sejak perang dunia II. Namun di kebanyakan Negara, proses pembangunan yang mengalami distorsi sangat besar. Contoh paling dramatis adalah Amerika Latin, dimana tingkat pertumbuhan ekonomi sangat mengesankan namun kemiskinan dan kemerosotan tidaklah berkurang. Contoh pembangunan terdistorsi juga ditemukan di Afrika dan Asia, khususnya di negara-negara dimana kemakmuran ekonominya dicapai lewat eksploitasi sumber daya alam.
Masyarakat yang mengalami pembangunan yang terdistorsi akan berbeda dengan masyarakat dimana terdapat kesinambungan yang lebih baik antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Negara Eropa seperti Austria, Swedia dan Swiss dewasa ini memiliki taraf kehidupan paling tinggi di dunia bukan semata-mata karena pencapaian ekonomi, melainkan karena usaha-usaha sistematis untuk meningkatkan pembangunan sosial. Masalah pembangunan terdistorsi juga telah berkurang di beberapa negara berkembang seperti Costarica, Singapura dan Taiwan dimana upaya-upaya sistematis telah mempercepat perkembangan ekonomi sosial. Meskipun negara-negara ini bukan utopi, artinya bebas dari masalah-masalah dan ketegangan sosial, namun mereka bisa menjamin bahwa pembangunan ekonomi telah dibarengi dengan komitmen yang riil terhadap pembangunan sosial. Namun, bagaimanapun negara-negara tersebut hanya sedikit dan masalah-masalah pembangunan terdistorsi dewasa ini masih meluas terutama di dunia ketiga. Pembangunan terdistorsi juga menjadi sebuah masalah serius di negara Eropa Timur yang baru terliberalisasi serta bekas negara Uni Soviet. Untuk memecahkan masalah pembangunan terdistorsi, diperlukan langkah-langkah yang mendukung pembangunan ekonomi dan sekaligus menjamin bahwa pembangunan sosial mendapat prioritas yang tinggi.
Mengapa Pembangunan Sosial Diperlukan
Persoalan sosial yang timbul akibat pembangunan terdistorsi dewasa ini semakin banyak diperhatikan. Dewasa ini, banyak orang menyadari bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi masyarakat membutuhkan aksi bersama antara pihak pemerintah, masyarakat dan para individu, dan bahwa kebutuhan-kebutuhan sosial global hanya bisa dipecahkan secara berarti dengan kebijakan dan program-program pragmatis yang langsung mengarah pada masalah kesejahteraan.
Pembangunan sosial merupakan suatu pendekatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tidak hanya cocok untuk memperbaiki kualitas hidup segenap warga masyarakat melainkan juga untuk menanggapi masalah-masalah pembangunan terdistorsi, kondisi-kondisi kesenjangan kemakmuran dan kemerosotan yang menjadi karakter banyak negara dewasa ini, hanya bisa diperbaiki melalui suatu pendekatan yang memadukan tujuan ekonomi dan tujuan sosial
Namun dewasa ini perspektif pembangunan sosial tidak lagi dikenal luas di Negara-negara industrial. Di lingkungan akademis pun konsep ini belum di terima umum. Selain itu, bidang pembangunan sosial masih ketinggalan dan masih banyak kerancuan mengenai detail-detail program yang dimunculkan pembangunan sosial. Bahkan pengertian itu masih kabur batasnya, kendati telah cukup banyak artikel, laporan dan dokumen-dokumen lain mengenai pembangunan sosial, namun kepustakaannya masih terpilah pilah. Permasalahn ini berangkat dari adanya beraneka ragam pendekatan konseptual telah dirumuskan, namun belum ada yang diterima secara universal. Karena belum dilakukan upaya menganalisa dan membuat sistematika dari pendekatan-pendekatan yang berbeda itu, pembangunan sosial tidak hanya terpecah-pecah secara konseptual, namun juga menjadi bahan kondusif bagi “debat kusir” ketimbang pengajuan konsep-konsep intervensi yang spesifik. Akibatnya timbul kerancuan mengenai apa yang diperlukan dalam pembangunan sosial.
Konsep Kesejahteraan Sosial
Istilah Kesejahteraan Sosial (Social Welfare) dewasa ini, terutama di AS telah menyimpang dari arti aslinya yaitu kesejahteraan bagi semua warga Negara. Dewasa ini kesejahteraan sosial diasosiasikan dengan sumbangan atau bantuan sosial yang diberikan pemerintah kepada keluarga-keluarga miskin atau anak-anak terlantar.
Konsep kesejahteraan sosial memang sulit didefinisikan dengan ukuran yang pasti, konsep ini mengandung aspek obyektif maupun aspek subyektif dan dapat diukur secara deskriptif-kualitatif maupun dengan ukuran-ukuran yang empiris. Salah satu teknik yang lazim dipakai ilmuwan sosial sekarang adalah dengan mebuat statistik atau indikator seperti tingkat pengangguran, tingkat kematian bayi, tingkat kriminalitas dan lain-lain yang kesemuanya dimaksudkan untuk memberi ukuran bagi kondisi-kodisi sosial secara umum.
Menurut James Midgley (1995) kondisi yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial didefinisikan dengan tiga unsur, yaitu: (1) sejauhmana masalah-masalah sosial yang bisa dikelola; (2) sejauhmana kebutuhan-kebutuhan sosial bisa dipenuhi; dan (3) sejauhmana ada peluang-peluang untuk pengembangan.
Pendekatan-pendekatan lain dalam Kesejahteraan Sosial
Di luar pendekatan pembangunan sosial, dalam memecahkan masalah kesejahteraan sosial telah ada berbagai pendekatan lain, di antaranya: (a) Pendekatan Filantropi Sosial, yang didasarkan pada sumbangan pribadi, usaha sukarela dan organisasi-organisasi non-profit; (b) Pendekatan Kerja Sosial (Social Work) yang didasarkan pada kerja antar individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat dengan dipimpin oleh tenaga profesional di bidang ini dan;(c) Pendekatan Administrasi Sosial yang lebih menekankan pada campur tangan pemerintah secara langsung.
Oleh karena itu pembangunan sosial didefinisikan sebagai proses perencanaan perubahan sosial untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan bagi semua penduduk dengan memperhatikan proses dinamis dari tahap-tahap pembangunan ekonomi. Dari sini terlihat bahwa pembangunan sosial memerlukan pendekatan interdisipliner dari berbagai cabang ilmu sosial, khususnya politik ekonomi, karena dalam proses perencanaan itu diperlukan adanya strategi-strategi yang bersifat campur tangan (intervensioris) terhadap masalah-masalah sosial yang ada.
Konsep-konsep Pembangunan Sosial dalam Disiplin-disiplin Ilmu Lain
Untuk lebih memahami penerapan definisi pembangunan sosial, perlu dibahas definis-definisi lain yang pernah dipergunakan dalam disiplin-disiplin ilmu lain, yaitu: (1) Pembangunan Sosial dalam Psikologi. Para ahli psikologi yang tertarik pada masalah sosial biasanya mengaitkan masalah ini dengan konsep perkembangan psikologis. Mereka yakin bahwa masalah-masalah dalam masyarakat dapat diatasi bila individu-individu yang menjadi anggotanya dapat mengembangkan kepribadiannya dan berhubungan satu sama lain dengan cara yang positif; (2)Pembangunan Sosial dalam Sosiologi. Masalah pembangunan sosial menjadi perhatian ahli-ahli sosiologi terutama yang mempelajari konsep perubahan sosial (Social Change). Sebagian dari mereka, seperti Herbert Spencer, berpendapat bahwa perubahan sosial adalah sebuah proses evolusioner yang bersifat alamiah, sehingga tidak pada tempatnya kalau pemerintah atau masyarakat melakukan campur tangan (intervensi). Sebagian lagi menentang pandangan ini, khususnya mereka yang tergolong dalam ”Sosialogi Terapan“ (Applied Sociology) yang berpendapat bahwa ilmu sosiologi seharusnya dipakai untuk usaha-usaha mengatasi masalah-masalah sosial, terutama dengan intervensi pemerintah melalui perencanaan yang rasional dan sistematis; (3) Pembangunan Sosial dalam Kerja Sosial (Social Work). Di awal tahun 1980-an istilah pembangunan sosial kembali populer di kalangan kelompok-kelompok pekerja sosial di AS, yang terlibat di lemabga-lembaga internasional atau bekerja di Negara-negara berkembang. Seperti kalangan sosiologi, mereka pun memberi definisi yang ideal, luas dan cenderung bersifat abstrak, kurang menekankan aspek praktisnya. Kendati demikian ada sebagian dari mereka yang memberi definisi yang lebih spesifik, seperti kelompok-kelompok yang memakai perspektif psiko-sosial; mereka yang memakai pendekatan makro-praktis yang bersifat ”tak langsung“ dan mereka yang mengembangkan pendekatan berdasarkan studi-studi pembangunan di negara dunia ketiga dan; (4) Pembangunan Sosial dalam Studi-studi Pembangunan. Para ahli yang mempelajari pembangunan di negara-negara dunia ketiga dengan pendekatan interdisipliner, memakai istilah ”Pembangunan Sosial“ untuk mengacu pada pelayanan-pelayanan yang disediakan oleh departemen atau kementrian sosial di negara berkembang. Namun ada juga ahli yang memberi definisi yang luas, dengan menambahkan masalah kesehatan, pendidikan, perumahan dan hal-hal lain yang terkait dengan masalah sosial.Pembangunan Sosial dalam Ekonomi Politik. Pendekatan ekonomi politik dalam pembangunan sosial dipelopori oleh badan-badan internasional, khususnya PBB dengan mengambil pengalaman kolonial Inggris dalam mengkombinasi kerja sosial yang bersifat pemulihan (remedial) dan program-program pembangunan komunitas. (Kang Naryo)
Posting Komentar