Oleh: Moch. Sunaryo
ABSTRAK
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, dan penghayatan nilai-nilai (sikap mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial). Oleh karena itu, pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan keseluruhan yang bertujuan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional melalui aktivitas jasmani. Sedangkan guru selaku motivator dan fasilitator, memiliki peranan penting dalam memberikan arti dan makna pembelajaran PJOK sebagai sarana atau alat.
Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Apakah prestasi belajar siswa dengan diterapkannya model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim dapat ditingkatkan? (b) Bagaimana aktivitas belajar siswa kelas VI SDN Tanggulangin I Tahun Pelajaran 2015/2016 dengan diterapkannya model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim? Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar mata pelajaran PJOK setelah diterapkannya model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim; (b) ingin mengetahui aktivitas belajar siswa kelas VI SDN Tanggulangin I Tahun Pelajaran 2015/2016 dengan diterapkannya model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas sebanyak 2 (dua) putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan revisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Tanggulangin I tahun pelajaran 2015/2016. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif dan lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan, dari siklus I sampai siklus II yaitu: siklus I (77,78%) dan siklus II (94,44%) dengan nilai rata-rata siklus I (79,56) dan siklus II (86,00).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim dapat berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa kelas VI SDN Tanggulangin I tahun pelajaran 2015/2016, serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran mata pelajaran PJOK.
Kata Kunci: pembelajaran PJOK, model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Pendidikan Jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, dan penghayatan nilai-nilai (sikap mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial). Di samping itu, pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah termasuk di Sekolah Dasar, karena pendidikan jasmani masuk dalam kurikulum pendidikan. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara total.
Tujuan Pendidikan Jasmani untuk mengembangkan kebugaran fisik, mental, emosional dan sosial melalui kegiatan fisik. Menurut Rusli Lutan (2009: 30), pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan keseluruhan yang bertujuan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional melalui aktivitas jasmani. Sedangkan guru selaku motivator dan fasilitator, memiliki peranan penting dalam memberikan arti dan makna pembelajaran Pendidikan jasmani dan olahraga sebagai sarana atau alat.
Kenyataan di lapangan tidak dapat dipungkiri bahwa PJOK terkadang tidak digemari siswa, apalagi guru pendidikan jasmani mengajar dengan monoton dan kurang bervariasi, maka anak akan cepat jemu dan malas beraktivitas. Padahal titik sentral yang harus dicapai setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pembelajaran. Apa pun yang termasuk perangkat program pengajaran dituntut secara mutlak untuk menunjang tercapainya tujuan. Guru tidak dibenarkan mengajar dengan kemalasan. Anak didik pun diwajibkan mempunyai kreativitas yang tinggi dalam belajar, bukan selalu menanti perintah guru. Kedua unsur manusiawi ini harus diperhatikan kalau ingin mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Secara substansi salah satu tujuan pengajaran PJOK adalah memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif. Seiring dengan maraknya peredaran narkoba dan tindak pidana pelecehan seksual akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan di masyarkat. Untuk menumbuhkembangkan sikap yang positif pada diri siswa perlu pembekalan pengetahuan yang mendalam tentang narkoba dan pelecehan seksual sehingga siswa dapat memami substansi narkoba dan pelecehan seksual serta mengenal cara menolak ajakan menggunakan narkoba dan tindak pidana pelecehan seksual. Di sisi lain, ditemukan fakta bahwa prestasi belajar siswa kelas VI SDN Tanggulangin I materi narkoba dan pelecehan seksual masih sangat kurang. Hal ini dapat terbukti bahwa dari hasil tes tulis yang dilakukan oleh penulis tentang materi narkoba dan pelecehan seksual ada beberapa siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran pokok bahasan tersebut.
Sebelum dilakukan penelitian, pembelajaran PJOK materi narkoba dan pelecehan seksual diajarkan dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan, namun hal tersebut masih belum memberikan hasil yang memuaskan dengan perolehan nilai siswa seperti pada grafik 1.1 di bawah ini.
Grafik 1.1 Nilai Siswa Pra Siklus
Dari data di atas dapat simpulkan bahwa ketuntasan siswa dalam pembelajaran PJOK masih rendah atau tidak signifikan kalau menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam hal pemahaman materi narkoba dan pelecehan seksual.
Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar PJOK yang lebih baik, dapat dimulai dengan memilih strategi belajar yang tepat. Menurut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2009: 168) agar tujuan pembelajaran dapat tercapai maksimal, maka diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Adakalanya tujuan pembelajaran tidak tercapai karena guru kurang mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk anak didiknya. Strategi pembelajaran yang baik bertumpu pada pemilihan pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat. Metode mengajar merupakan cara yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran dan juga merupakan usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran akan kurang berarti bila tidak ditunjang dengan metode yang tepat.
Prestasi dan motivasi belajar siswa terhadap suatu pelajaran menjadi kurang baik salah satu penyebabnya adalah penyampaian materi yang kurang menarik minat siswa, sehingga tujuan pembelajaran untuk melatih cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten tidak tercapai secara maksimal.
Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil dalam pembelajaran PJOK di SDN Tanggulangin I, penulis mencoba menerapkan model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim. Pada dasarnya, model active learning tipe pengadilan majelis hakim merupakan metode pembelajaran yang memanfaatkan pengadilan bohong-bohongan, lengkap dengan saksi, jaksa penuntut, pembela, anggota pengadilan dan lain-lain. Ini merupakan metode yang baik untuk memicu "belajar berbeda pendapat" yaitu belajar dengan mengemukakan sebuah sudut pandang dan menentang pendapat yang sebaliknya. Di sini guru memberikan waktu untuk berpikir dan merespons serta saling bantu satu sama lain kepada para siswa. Dengan model ini siswa akan mudah mencurahkan ide dan pengalaman yang telah dimilikinya ke dalam proses persidangan yang mereka lakukan.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Implementasi Model Pembelajaran Active Learning Tipe Pengadilan Majelis Hakim Dalam Pembelajaran PJOK Materi Narkoba dan Pelecehan Seksual Pada Siswa Kelas VI SDN Tanggulangin I Tahun Pelajaran 2015/2016”.
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : (1) Apakah peningkatan prestasi belajar siswa kelas VI SDN Tanggulangin I tahun pelajaran 2015/2016 dengan diterapkannya model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim dapat ditingkatkan? (2) Bagaimanakah aktivitas belajar siswa kelas VI SDN Tanggulangin I Tahun Pelajaran 2015/2016 dengan diterapkannya model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim?
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui peningkatan prestasi belajar mata pelajaran PJOK setelah diterapkannya model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim pada siswa kelas VI tahun pelajaran 2015/2016, (2) mengetahui aktivitas belajar siswa kelas VI SDN Tanggulangin I Tahun Pelajaran 2015/2016 dengan diterapkannya model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim.
Secara teoritis manfaat penelitian ini yaitu : (1) memberikan pemikiran bagi dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi dunia pendidikan untuk dapat meningkatkan model latihan dalam pembelajaran; (2) hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan penelitian selanjutnya yang mempuyai objek penelitian yang sama.
Sedangkan secara praktis manfaat penelitian ini yaitu : (1) siswa memiliki kebebasan untuk melakukan aktifitas jasmani sehingga tujuan pembelajaran akan dapat tercapai secara optimal; (2) bagi Guru Pendidikan Jasmani: sebagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru, sehingga mutu pembelajaran menjadi semakin baik. (3) bagi Sekolah: sebagai fasilitator dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru dan mendorong guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Hakikat Pembelajaran PJOK
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan salah satu mata pelajaran yang dilaksanakan pada jenjang pendidikan dasar, menengah, bahkan pada pendidikan tinggi. Tujuan Pendidikan Jasmani yaitu untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral dan aspek pola hidup sehat. (Permendiknas No.22 Tahun 2006: 194).
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kesegaran jasmani, membangun ketrampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, dan sikap sportif, serta kecerdasan emosi, (Depdiknas 2004: 2).
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kesegaran jasmani, membangun ketrampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, dan sikap sportif, serta kecerdasan emosi, (Depdiknas 2004: 2).
Pendidikan jasmani merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan melalui aktivitas jasmani yang dikelola secara sistematis untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya (Sukintaka,1992: 24).
Berdasarkan beberapa teori di atas, pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan suatu proses pembelajaran interaksi antara peserta didik dengan lingkungan melalui aktvitas jasmani yang dikelola secara sistematis untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Pengertian Hasil Belajar
Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsur di dalamnya, yaitu unsur hasil dan unsur belajar. Hasil merupakan suatu hasil yang telah dicapai pebelajar dalam kegiatan belajarnya (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya), sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995:787). Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Istilah hasil belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi belajar. Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil belajar dianggap sama dengan pengertian prestasi belajar. Namun, ada yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu semester, sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian, dan sebagainya.
Nawawi (1981: 100) mengemukakan pengertian hasil adalah keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977: 904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar adalah Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu, sedangkan Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa hasil adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur.
Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a) hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecakapan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat; b) hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan; c) hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.
Pengertian Pembelajaran Active Learning
Istilah active learning atau yang biasa disebut dengan pembelajaran aktif terdiri dari dua suku kata, yaitu pembelajaran dan aktif. Kata pembelajaran berasal dari kata dasar belajar yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an. Menurut Muhibbin Syah (2000: 92) belajar mempunyai arti tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedang menurut Sardiman (2000: 20-21) pengertian belajar dibagi dua, yaitu pengertian luas dan khusus. Dalam pengertian luas belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Definisi dalam arti khusus inilah yang banyak dianut sekolah-sekolah.
Sedangkan aktif berasal dari bahasa Inggris, yaitu “active”, yang mempunyai arti rajin, sibuk, giat. (W.J.S. Poerwadarminta, 2002: 25). Sebagai suatu konsep, pembelajaran aktif adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional, sehingga subyek didik betul-betul terlibat dalam malakukan kegiatan belajar.
Dalam pembelajaran aktif, siswa diposisikan sebagai inti dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran aktif adalah salah satu strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik secara optimal, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien (M. Dalyono, 1997: 195).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan, bahwa pembelajaran dapat berlangsung efektif manakala dalam suatu proses yang terjalin komunikasi yang aktif antara guru dan siswa dengan melibatkan aspek intelektual dan emosional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran aktif adalah proses keterlibatan intelektual dan emosional peserta didik dalam proses belajar mengajar yang dapat memungkinkan terjadinya; (a) Proses asimilasi dan akomodasi dalam pencapaian pengetahuan; (b) Proses perbuatan serta pengalaman langsung terhadap umpan balik dalam pembentukan keterampilan; dan (c) Proses penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan nilai dan sikap.
Pembelajaran Tipe Pengadilan Majelis Hakim
Wina (2006: 145) menyajikan beberapa metode pembelajaran, yaitu 1) ceramah; 2) demonstrasi; 3) diskusi; dan 4) simulasi. Diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran. Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan (Wina, 2006: 152).
Lebih lanjut dijelaskan (Wina, 2006: 152) bahwa metode yang dapat digunakan untuk menstimulasi diskusi dirancang oleh Melvil L. Silberman, yaitu 1) debat aktif; 2) rapat dewan kota; 3) keputusan terbuka tiga tahap; 4) memperbanyak anggota diskusi panel; 5) argumen dan argumen tandingan; 6) membaca keras-keras; 7) pengadilan majelis hakim.
Irfan Dani (2013: 1) dalam referensi (http://pustaka.pandani.web.id/) menjelaskan bahwa tehnik pengadilan majelis hakim yaitu memanfaatkan pengadilan bohong-bohongan, lengkap dengan saksi, jaksa penuntut, pembela, anggota pengadilan dan lain-lain. Ini merupakan metoda yang baik untuk memicu "belajar berbeda pendapat" yakni belajar dengan secara efektif mengemukakan sebuah sudut pandang dan menentang pendapat yang sebaliknya.
Prosedur Pembelajaran Pengadilan Majelis Hakim
Prosedur Pembelajaran Pengadilan Majelis Hakim
- Buatlah dakwaan yang akan membantu siswa mengetahui sisi-sisi yang berbeda dari sebuah persoalan. Contoh-contoh "kejahatan" yang bisa didakwakan kepada seseorang atau kepada suatu benda adalah: orang berpendidikan atau orang biasa yang moralnya bobrok; buku kontroversial; teori yang tidak terbukti; nilal-nilal yang tidak memiliki manfaat; dan proses, hukum, atau institusi yang menyimpang.
- Berikan peran kepada siswa. Tergantung pada jumlah siswa, anda dapat menggunakan semua atau beberapa dari peran berikut ini, pembela, saksi meringankan, jaksa penuntut umum, saksi memberatkan, panitera, hakim ketua, dan hakim anggota. Tiap peran bisa diisi oleh satu orang siswa atau satu tim. Anda bisa menetapkan sendiri jumlah majelis hakimnya
- Berikan waktu kepada siswa untuk mempersiapkan diri. Ini bisa berlangsung dari beberapa menit hingga satu jam, tergantung pada kerumitan masalahnya.
- Laksanakan pengadilan. Pertimbangkan untuk menggunakan aktivitas berikut ini: argumen pembuka, kasus yang diajukan oleh penuntut dan saksi, laporan singkat panitera persidangan, dan argumen penutup.
- Lakukan pertimbangan hakim. Ini bisa dilakukan secara terbuka, agar semua siswa bisa mendengar bagaimana bukti ditimbang. Anggota non-hakim bisa diberi tugas untuk mendengarkan berbagai aspek kasus.
- Variasi : (1) Perluas kegiatan dengan pentarafan pengadilan ulang; dan (2) Hilangkan pengadilan oleh majelis hakim dan gantikan pengadilan hanya oleh hakim. (Irfan Dani, 2013: 1) dalam referensi (http://pustaka.pandani.web.id/).
Langkah-langkah Pembelajaran Pengadilan Majelis Hakim
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut : (1) Guru menyusun/menyiapkan skenario persidangan yang akan ditampilkan; ((2) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario persidangan dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar; (3) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 6 orang; (4) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai; (5) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario persidangan yang sudah dipersiapkan; (6) Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario persidangan yang sedang diperagakan; (7) Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok; (8) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya; (9) Guru memberikan kesimpulan secara umum; (10) Evaluasi; dan (11) Penutup.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SDN Tanggulangin I Kecamatan Montong Kabupaten Tuban. Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2016 Sedangkan subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VI SDN Tanggulangin I Kecamatan Montong Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2015/2016 pokok bahasan narkoba dan pelecehan seksual.
Rancangan Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dan II dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
Metode pengumpulan data diperoleh melalui observasi pengolahan metode pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim , observasi aktivitas guru dan siswa, serta tes formatif.
Instrumen untuk mengumpulkan data PTK dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sisi proses dan sisi hal yang diamati (Susilo Kisyani, 2006:13). (1) Dari sisi Proses instrumen dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsung), dan output (hasil). (2) Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: (a) Pengamatan terhadap guru (Observing Teacher); (b) Pengamatan terhadap kelas (Observing Classrooms); dan (c) Pengamatan terhadap peserta didik (Observing Student).
Dari pendapat ahli di atas maka instrument yang digunakan meliputi: silabus, RPP, lembar kegiatan siswa, lembar observasi model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim, lembar observasi aktivitas guru dan siswa, serta tes formatif yang disusun berdasarkan tujuan pembelajaran dengan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas tiap soal, serta uji taraf kesukaran dan daya pembeda. Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan masalah tersebut maka yang merupakan variabel penelitian tindakan kelas ini adalah : (1) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi perubahan pada variabel terikat yaitu model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim; dan (2) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu tingkat penguasaan materi pokok bahasan narkoba dan pelecehan seksual.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
2. Untuk ketuntasan belajar
Setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individu) jika proporsi jawaban benar siswa ≥ 65%, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya (Depdikbud dalam Trianto, 2010: 241).
Tetapi, menurut Trianto (2010: 241) berdasarkan ketentuan KTSP penentuan ketuntasan belajar ditentukan sendiri oleh masing-masing sekolah yang dikenal dengan istilah kriteria ketuntasan minimal, dengan berpedoman pada tiga pertimbangan, yaitu: kemampuan setiap peserta didik berbeda-beda; fasilitas (sarana) setiap sekolah berbeda; dan daya dukung setiap sekolah berbeda. Maka dalam penelitian ini, sesuai dengan KKM mata pelajaran PJOK di sekolah tempat peneliti melakukan penelitian, maka ketuntasan individual adalah 70 dan ketuntasan secara klasikal adalah 85%.
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
3. Untuk lembar observasi
a. Lembar observasi pengelola model pembelajaran active
learning tipe pengadilan majelis hakim.
Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim digunakan rumus sebagai berikut:
Dimana P1 = Pengamat 1 dan P2 = Pengamat 2
b. Lembar observasi aktifitas guru dan siswa
Untuk menghitung lembar observasi aktifitas guru dan siswa digunakan rumus sebagai berikut:
HASIL PENELITIAN
Hasil Analisis Item Butir Soal
Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari perhitungan 40 soal diperoleh 15 soal tidak valid dan 25 soal valid. Hasil dari validitas soal-soal dirangkum dalam tabel 1.1 di bawah ini.
Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0,877. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 18) dengan r (95%) = 0,444. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas.
Sedangkan analisis taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 40 soal yang diuji terdapat: 7 soal dengan kriteria mudah, 21 soal kriteria sedang, dan 12 soal dengan kriteria sukar.
Sedangkan analisis taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 40 soal yang diuji terdapat: 7 soal dengan kriteria mudah, 21 soal kriteria sedang, dan 12 soal dengan kriteria sukar.
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek sebanyak 8 soal, berkriteria cukup 14 soal, dan berkriteria baik sejumlah 18 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
Hasil Pengamatan Guru dan Siswa
Berdasarkan pengamatan tampak bahwa aktivitas guru yang paling dominan pada siklus I yaitu membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep yaitu 25%. Memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab (16,6%), menjelaskan materi yang sulit (11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan menyajikan hasil kegiatan (8,2%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (6,7%). Sedangkan aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus I adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu (21%). Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru (17,9%). Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru (13,8%), membaca buku (12,1%), mengerjakan tes evaluasi (10,8%), menulis yang relevan dengan KBM (7,7%), merangkum pembelajaran (6,7%). menanggapi/mengajukan pertanyaan/ide (5,4%), dan menyajikan hasil pembelajaran (4,6%),
Siklus II aktivitas guru yang paling dominan yaitu membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep yaitu 22,6%, sedangkan aktivitas menjelaskan materi yang sulit dan memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab menurun masing-masing sebesar (10%), dan (11,7%). Aktivitas lain yang mengalami peningkatan adalah mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya (10%), menyampiakan materi/strategi/langkah-langkah (13,3%), meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan (10%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (10%). Adapun aktivitas yang tidak menglami perubahan adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan memotivasi siswa (6,7%). Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus II adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu (22,1%) dan mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (20,8%), aktivitas yang mengalami peningkatan adalah membaca buku siswa (13,1%) dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru (15,0%). Sedangkan aktivitas yang lainnya mengalami penurunan.
Penilaian pada siklus I yang diberikan pengamat yaitu cukup baik dengan rata-rata sebesar 39,50. Beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian yaitu: memotivasi siswa, menghubungkan dengan pelajaran sebelumnya, dan pengelolaan waktu. Sedangkan siklus II guru mendapatkan penilaian baik dari pengamat meliputi membimbing siswa dalam melakukan kegiatan PBM, mempresentasikan langkah-langkah model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim, serta antusiasme kelas baik guru maupun siswa, dengan rata-rata hasil penilaian 48,50.
Hasil Nilai Tes Formatif Siswa
Pelaksanaan siklus I nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah79,56 dan ketuntasan belajar 77,78 % atau ada 14 siswa dari 18 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus I ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari prasiklus. Hal ini disebabkan karena (1) siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim; (2) guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes formaif sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar; (3) Pemahaman siswa sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan model pembelajaran active learning tipe pengadilan mejelis hakim.
Siklus II diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 86,00 dan terlihat sebanyak 17 siswa mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 94,44% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim membuat siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Secara rinci dapat dilihat pada grafik 1.2 di bawah ini.
Refleksi Siklus I
Grafik 1.2 Hasil Nilai Tes Formatif Siswa Tiap Siklus
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut: (1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran; (2) Guru kurang baik dalam melatih keterampilan active learning tipe pengadilan majelis hakim; (3) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu; dan (4) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung.
Refisi Siklus I
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. (1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan; (2) Guru perlu melatih keterampilan model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim; (3) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan; dan (4) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
Siklus II diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 86,00 dan terlihat sebanyak 17 siswa mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 94,44% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim membuat siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.
Sebagaimana yang dilakukan pada siklus I maka pada siklus II ini juga dilakukan analisis data yang mendalam terhadap deskripsi data yang dipaparkan di atas. Dari analisis lembar observasi aktivitas siswa terjadi perubahan keaktifan yang signifikan. Pada siklus I sebagian siswa belum berani dalam menyampaikan gagasannya. Pada siklus II ini sebagian besar siswa sudah berani untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya. Demikian juga dalam mengerjakan tugas kelompok atau diskusi, secara keseluruhan siswa sudah memperlihatkan aktivitas yang sangat baik. Siswa juga menunjukkan peningkatan dalam kemampuan memahami pokok bahasan narkoba dan pelecehan seksual, serta secara keseluruhan siswa sudah mampu mengerjakan soal tes evaluasi secara optimal.
Selain itu keaktifan siswa di dalam pembelajaran pada siklus II ini meningkat terbukti dengan tingginya respon siswa terhadap pertanyaan yang diberikan guru, siswa menjawab pertanyaan guru dengan penuh semangat dan antusias. Siswa juga sudah bisa mengembangkan daya kreatifitas dan imajinasi mereka dengan baik, hal ini karena guru memberikan penjelasan alur jalannya persidangan majelis hakim dengan baik. Disisi lain walaupun materi sudah terselesaikan pada pertemuan berikutnya siswa minta diulangi kembali untuk berbagi peran/tokoh dalam persidangan kasus-kasus yang lainnya. Keaktifan siswa yang meningkat secara signifikan tersebut terjadi karena kinerja guru yang semakin baik dari siklus I-II.
Guru dalam melaksanakan pembelajaran semakin mantap, luwes dan dapat menjelaskan materi dengan menyeluruh dan mendalam sehingga siswa lebih paham. Walaupun masih ada kekurangan-kekurangan kecil di antaranya kurang kontrol waktu, hal tersebut tidak menjadi penghambat berarti bagi peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa. Dengan demikian diketahui bahwa kemampuan memahami pokok bahasan narkoba dan pelecehan seksual kelas VI SDN Tanggulangin I, dapat ditingkatkan. Berdasarkan peningkatan kemampuan yang telah dicapai siswa, maka pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dianggap cukup dan diakhiri pada siklus II.
Hubungan Antar Siklus
Berdasarkan perbandingan data evaluasi yang diperoleh selama penelitian dilakukan, bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai kemampuan memahami narkoba dan pelecehan seksual setelah tindakan yang meliputi siklus I dan siklus II seperti tabel berikut.
Dari tabel distributif frekuensi di atas, terlihat adanya peningkatan frekuensi nilai siswa di atas KKM yaitu 70. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM meningkat dari prasiklus, siklus I dan siklus II. Sedangkan dari hasil perbandingan frekuensi nilai di atas dapat dibuat grafik perbandingan sebagai berikut ini:
Berdasarkan tabel dan grafik perbandingan di atas dapat dilihat adanya hubungan antar siklus yaitu mengenai kemampuan memahami narkoba dan pelecehan seksual yang semakin meningkat dari sebelum tindakan hingga sesudah tindakan. Peningkatan tersebut terjadi karena dilaksanakan pembelajaran PJOK melalui model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim yang semakin baik dari siklus ke siklus. Hubungan peningkatan kemampuan memahami narkoba dan pelecehan seksual antar siklus dapat dibuktikan melalui hasil yang dijabarkan berikut ini: siklus I siswa yang memperoleh nilai pada kelas interval ≤ 69 ada 4 siswa, 70-74 ada 1 siswa, 75-79 ada 2 siswa, 80-84 ada 6 siswa, 85-89 ada 2 siswa dan 90-94 ada 1 siswa, dan 95-100 ada 2 siswa. Sedangkan pada siklus II yang memperoleh nilai pada kelas interval interval ≤ 69 ada 1 siswa, 70-74 tidak ada siswa, 75-79 ada 3 siswa, 80-84 ada 5 siswa, 85-89 ada 4 siswa dan 90-94 ada 1 siswa, dan 95-100 ada 4 siswa.
Tabel 1.2 Data Perbandingan Distributif Frekuensi
Dari tabel distributif frekuensi di atas, terlihat adanya peningkatan frekuensi nilai siswa di atas KKM yaitu 70. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM meningkat dari prasiklus, siklus I dan siklus II. Sedangkan dari hasil perbandingan frekuensi nilai di atas dapat dibuat grafik perbandingan sebagai berikut ini:
Grafik 1.3 Perbandingan Kemampuan Memahami Materi Narkoba dan Pelecehan Seksual
Berdasarkan tabel dan grafik perbandingan di atas dapat dilihat adanya hubungan antar siklus yaitu mengenai kemampuan memahami narkoba dan pelecehan seksual yang semakin meningkat dari sebelum tindakan hingga sesudah tindakan. Peningkatan tersebut terjadi karena dilaksanakan pembelajaran PJOK melalui model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim yang semakin baik dari siklus ke siklus. Hubungan peningkatan kemampuan memahami narkoba dan pelecehan seksual antar siklus dapat dibuktikan melalui hasil yang dijabarkan berikut ini: siklus I siswa yang memperoleh nilai pada kelas interval ≤ 69 ada 4 siswa, 70-74 ada 1 siswa, 75-79 ada 2 siswa, 80-84 ada 6 siswa, 85-89 ada 2 siswa dan 90-94 ada 1 siswa, dan 95-100 ada 2 siswa. Sedangkan pada siklus II yang memperoleh nilai pada kelas interval interval ≤ 69 ada 1 siswa, 70-74 tidak ada siswa, 75-79 ada 3 siswa, 80-84 ada 5 siswa, 85-89 ada 4 siswa dan 90-94 ada 1 siswa, dan 95-100 ada 4 siswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus tersebut diketahui bahwa dengan model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim dapat meningkatkan kemampuan memahami materi narkoba dan pelecehan seksual pada siswa kelas VI SDN Tanggulangin I, tahun pelajaran 2015/2016. Hal ini terbukti pada prasiklus nilai rata-rata kelas 69,33 dengan ketuntasan klasikal yang hanya mencapai 55,56%. Kondisi tersebut mengalami peningkatan, pada siklus I, dimana nilai rata-rata kelas menjadi 79,56 dengan ketuntasan klasikal 77,78%, dan siklus II nilai rata-rata kelas menjadi 86,00 dengan ketuntasan klasikal 94,44%. Dengan demikian penerapan model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim dapat dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran PJOK pokok bahasan narkoba dan pelecehan seksual di kelas VI SDN Tanggulangin I sehingga dapat meningkatkan kemampuan memahami narkoba dan pelecehan seksual bagi siswa
SARAN
Dari hasil penelitian yang diperoleh agar proses belajar mengajar PJOK lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut: (1) Untuk melaksanakan model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model pembelajaran active learning tipe pengadilan majelis hakim dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal; (2) Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai model pembelajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya; (3) Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di kelas VI SDN Tanggulangin I semester genap tahun pelajaran 2015/2016; dan (4) Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Achmadi dan Widodo S.
2004. Psikologi Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Dani, Irfan. 2013. Pengadilan oleh Majelis Hakim. (On Line) (http://pustaka.pandani.web.id/2013/12/pengadilan-oleh-majelis-hakim.html?m=1. Diakses tanggal 08 Februari 2016.
Dani, Irfan. 2013. Pengadilan oleh Majelis Hakim. (On Line) (http://pustaka.pandani.web.id/2013/12/pengadilan-oleh-majelis-hakim.html?m=1. Diakses tanggal 08 Februari 2016.
Dalyono,
M. 1997. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, Edisi ketiga.
Departemen Pendidikan
Nasional. 2004. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan SD dan MI. Jakarta: Depdiknas
Djamarah, Syaiful Bahri.
1994. Prestasi Belajar Dan Kompetensi
Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Hadari, Nawawi. 1981. Metode-Metode
Mengajar. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Iskandarwassid dan Dadang
Sunendar. 2009 Strategi Pembelajaran
Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Marimba. 1978. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Aksara
Baru.
Muhibbin Syah. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Permendiknas No.22 Tahun 2006. Tentang Standar Isi.
Rusli,
Lutan. 2009. Olahraga Dan Etika Fair Play.
Dirjen Olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Sadly. 1977. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sanjaya,
Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Sardiman, A.M. 2000. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Sugiarti, Titik. 1997. Penelitian
Tindakan Kelas. Makalah disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Kualifikasi
Guru S1 PGSD. Universitas Jember
Sukintaka. 1992. Teori Bermain Untuk D.2 PGSD Penjaskes. Depdikbud
Dirjen Dikti Proyek
Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Sunarto.1996.Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Trianto. 2010. Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Wasty, Soemanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
W.J.S. Poerwadarminta. 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
+ komentar + 1 komentar
Mantab kang... sangat terinspirasi
Posting Komentar