Oleh : I Made Sutarja
ABSTRAK
Hindu religious education is an education provided by a teacher or several teachers in aguron-guron called by acarya to students to reach a level of maturity that is virtuous.
This study is based on the problem: (a) How improving student learning outcomes with the application of learning methods Contextual Teaching and Learning (CTL) Students of Class VII-D SMP Negeri 1 Banjar Baru academic year 2015/2016? (b) How will the learning method Contextual Teaching and Learning (CTL) Students of Class VII-D SMP Negeri 1 Banjar Baru academic year 2015/2016?
While the purpose of this study are: (a) Want to know improving student learning outcomes after the implementation of learning methods Contextual Teaching and Learning (CTL) Students of Class VII-D SMP Negeri 1 Banjar Baru academic year 2015/2016; (b) Want to know the effect of learning methods Contextual Teaching and Learning (CTL) Students of Class VII-D SMP Negeri 1 Banjar New School Year 2015/2016.
This study uses action research (action research) three rounds. Each round consists of four phases: design, activities and observations, reflections, and refisi. Goal of this research is class VII-D SMP Negeri 1 Banjar New School year 2015/2016. The data obtained as the result of formative tests, observation sheet teaching and learning activities.
From the analyst found that student achievement has increased from the first cycle to the third cycle, namely, the first cycle (63.64%), the second cycle (77.27%), and the third cycle (95.45%). With the average value of student learning outcomes, namely: the first cycle (68.18), second cycle (78.09), and the third cycle (84.73).
The conclusion of this study is the learning method Contextual Teaching and Learning (CTL) can be a positive influence on students' motivation grade class VII-D SMP Negeri 1 Banjar Baru academic year 2015/2016, and this model can be used as an alternative learning Religious education hindu.
Keywords: hinduism teaching, learning methods Contextual Teaching and Learning (CTL)
Dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah talah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu terjadi karena terdorong adanya pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaranpun guru selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan semangat belajar bagi muri-murid. Bahkan secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pembaharuan itu merupakan pembaharuan dalam sistem pendidikan yang mencakup seluruh komponen yang ada. Pembangunan di bidang pendidikan barulah ada artinya apabila dalam pendidikan dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun.
Keywords: hinduism teaching, learning methods Contextual Teaching and Learning (CTL)
Dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah talah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu terjadi karena terdorong adanya pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaranpun guru selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan semangat belajar bagi muri-murid. Bahkan secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pembaharuan itu merupakan pembaharuan dalam sistem pendidikan yang mencakup seluruh komponen yang ada. Pembangunan di bidang pendidikan barulah ada artinya apabila dalam pendidikan dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun.
Suwarna (2005:119) mengatakan bahwa menurut pandangan constructivism otak anak pada dasarnya tidak seperti gelas kosong yang siap diisi dengan air sehingga informasi berasal dari pikiran guru. Otak anak tidaklah kosong, melainkan berisi pengetahuan-pengetahuan yang dikonstruksi anak sendiri sewaktu anak berinteraksi dengan lingkungan atau peristiwa yang dialaminya. Meskipun beberapa pengetahuan yang dikonstruksi anak ini cenderung miskonsepsi (salah pemahaman), namun bagi anak pengetahuan ini cukup masuk akal. Pengetahuan-pengetahuan ini terikat dalam satu jaringan dan struktur kognitif anak.
Menurut Kline (Pitadjeng, 2006: 1) belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Sedangkan menurut Pitadjeng (2006: 3) orang yang belajar akan merasa senang jika memahami apa yang dipelajari. Pendapat keduanya juga berlaku bagi siswa SMP yang sedang belajar Agama Hindu materi Sad Atatayi. Oleh karena itu, di dalam belajar anak diberi kesempatan untuk merencanakan dan menggunakan cara belajar yang mereka senangi. Selain itu, guru dalam mengajarkan harus mengupayakan agar siswa dapat memahami dengan baik materi yang sedang dipelajari.
Ketidakbersambungan pembelajaran sangat disadari terjadi dalam pendidikan pada umumnya termasuk dalam pendidikan Agama Hindu. Ketidakbersambungan pembelajaran terjadi diantara fakta, pemaknaan, kompetensi, motivasi, tindakan/perilaku, dan penyesuaian sikap
Ketidakbersambungan pembelajaran sangat disadari terjadi dalam pendidikan pada umumnya termasuk dalam pendidikan Agama Hindu. Ketidakbersambungan pembelajaran terjadi diantara fakta, pemaknaan, kompetensi, motivasi, tindakan/perilaku, dan penyesuaian sikap
Pembelajaran yang jatuh mengedepankan fakta ditandai dengan banyaknya materi ajar yang harus dikonsumsi anak didik dalam bentuk hafalan, bersifat abstrak, jauh dari konteks kehidupannya. Anak didik menjadi sangat sarat beban akibatnya pendidikan agama Hindu membebani, tidak menyenangkan, kurang dirasakan maknanya bagi anak didik. Pendidik perlu mengkaji lebih jauh tentang pendidikan berbasis kompetensi, pembelajaran kontekstual, pembelajaran aktif sebagaimana Wiswamitra mengantarkan pelajaran kepada Rama, Laksamana dan teman-temannya.
Rekonstruksi Pendidikan agama Hindu dirasa sangat perlu dilakukan dalam rangka memaksimalkan potensi anak didik sebagai human creators menemukan realitas (reality invented) kehidupannya ditengah-tengah masyarakat, memiliki kemapanan iman/Sradha.
Belakangan ini mata pelajaran agama Hindu di sekolah belumlah mencerminkan situasi belajar yang interaktif, aktivitas ataupun partisipatif dan siswa cenderung menjadi pendengar yang baik seperti: a) kurangnya perhatian siswa terhadap pembelajaran agama Hindu; b) kurangnya kesadaran siswa untuk belajar sendiri; c) siswa hanya belajar apabila ada ulangan atau ujian walaupun guru sudah memotivasi siswa; dan 4) siswa tetap pasif dan hanya siap untuk mencatat jawaban yang diberikan guru.
Kondisi pembelajaran agama Hindu yang kurang interaktif, monologis dan monoton akan berkesan amat membosankan kedua belah pihak baik guru maupun siswa. Untuk mengubah situasi pembelajaran yang demikian perlu dicari solusi yang terbaik sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran yang interaktif, bersifat dialogis, adanya aktivitas belajar siswa yang mengarah pada peningkatan hasil belajar siswa.
Ditemukan fakta bahwa rendahnya hasil belajar siswa berdasarkan nilai tes Ulangan Harian (UH) untuk kelas VIII-D, khusus materi Sad Atatayi, menunjukkan bahwa baru sekitar 45,45% siswa yang mencapai kreteria ketuntasan minimal (KKM) dari 70 KKM yang di tetapkan. Hal ini menyebabkan sekitar 54,55% siswa perlu meningkatkan pelaksanaan pembelajaran. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sebenarnya masih perlu ada upaya-upaya yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Hindu di kelas tentunya seorang guru harus memiliki inovasi dan kreativitas dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa. Guru hendaknya memilih dan menggunakan pembelajaran yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar. Kreativitas guru amat penting untuk mengembangkan pembelajaran yang secara khusus cocok dengan kelas yang dibinanya termasuk sarana dan prasarananya dan peranan guru dalam proses pembelajaran sangat penting karena seorang guru harus merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukannya. Dengan adanya pembelajaran yang inovatif dimana siswa diberikan kebebasan berkomunikasi dan berargumentasi diharapkan suasana.
Mencermati permasalahan di atas maka perlu dicarikan suatu solusi agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat memberikan hasil yang optimal. Dalam hal ini perlu diterapkan pembelajaran yang dapat mengajak siswa turut aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu pembelajaran tersebut adalah dengan mengimplementasikan strategi pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil dalam pembelajaran Agama Hindu di SMP Negeri 1 Banjar Baru, peneliti mencoba menerapkan pendekatan pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa yaitu pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Diharapkan dengan menggunakan pendekatan CTL dalam proses pembelajaran Agama Hindu akan menarik minat siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Hindu Melalui Metode Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas VIII-D SMP Negeri 1 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2015/2016”.
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: (a) Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dengan diterapkannya metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas VII-D SMP Negeri 1 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2015/2016? (b) Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas VII-D SMP Negeri 1 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2015/2016?
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: a) Ingin mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas VII-D SMP Negeri 1 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2015/2016; b) Ingin mengetahui pengaruh metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas VII-D SMP Negeri 1 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2015/2016.
Adapun manfaat penelitian ini yaitu: a) bagi sekolah sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Hindu; b) bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa; c) bagi siswa, dapat meningkatkan motivasi belajar dan melatih sikap sosial untuk saling peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar; d) untuk meningkatkan belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Hindu; dan e) untuk mengembangkan model pembelajaran yang sesuai.
TINJAUAN PUSTAKA
Hakekat Pendidikan Agama Hindu
Kurikulum Pendidikan Agama Hindu untuk SMP dinyatakan bahwa pendidikan Agama Hindu adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam memahami, meyakini, menghayati dan mengamalkan ajaran Agama Hindu sebagai wujud pengamalan Pancasila, melalui bimbingan pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntunan saling hormat menghormati antar umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat, untuk mewujudkan Persatuan Nasional.
Sedangkan hakekat pendidikan Agama Hindu dalam kitab Silakrama dijelaskan bahwa :
“Yang dimaksud dengan pendidikan Agama Hindu adalah untuk memberikan bekal kepada siswa berupa ilmu kerohanian untuk mencapai kesempurnaan hidup dan kesucian bathin yang berupa kebajikan, keluhuran budi yang disebut dengan Dharma (Punyatmadja, 1992:10)”.
Jika dikaji, dapatlah dimengerti bahwa seorang guru pada saat mengajarkan ilmu kepada siswanya, diberikan pendidikan yang optimal baik berupa pendidikan jasmani maupun rohani adalah berupa penyucian bathin, yang dapat dijalankan dengan Pranayama, selalu bertingkah laku yang baik mau bersedekah kepada orang yang memerlukan, atau selalu berbuat kebajikan dan perbuatan-perbuatan yang luhur lainnya.
Dari pengertian di atas, maka Pendidikan Agama Hindu adalah suatu pendidikan yang diberikan oleh seorang guru atau beberapa orang guru yang dalam aguron-guron disebut dengan acarya kepada anak didik atau siswa untuk mencapai tingkat kedewasaan yang berbudhi luhur.
Berdasarkan uraian di atas, maka pendidikan Agama Hindu yang dimaksud dalam konteks ini adalah proses perubahan yang terjadi pada peserta didik di Sekolah Dasar dalam rangka pembentukan ahlak dan moral yang dilandasi oleh srada dan bakti kepada Ida Sang hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dengan mengaplikasikan ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang kekal abadi “Sanatana Dharma” serta mengandung petunjuk-petunjuk tentang perbuatan-perbuatan baik yang patut dilaksanakan oleh umat Hindu, serta menghindari perbuatan yang tercela dan menjauhkan diri dari perbuatan yang melanggar norma-norma keagamaan, sehingga tercapai kesempurnaan hidup jasmani dan rohani.
Definisi Hasil Belajar
Definisi Hasil Belajar
Nawawi (1981: 100) mengemukakan pengertian hasil adalah sebagai berikut: Keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977: 904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa “hasil adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur”.
Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a) Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat; b) Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan; c) Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.
Deskripsi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning)
Menurut Baharudin (2009:201) pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan nyata sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Hasil atau prestasi belajar peserta didik tidak hanya dilihat dari tampilan kuantitatif tetapi dilihat sisi kualitas dan aplikasinya dalam kehidupan nyata. Dengan skema konseptual seperti itu hasil pembelajaran bukan hanya wacana melangit akan tetapi merupakan hal yang harus membumi dan bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran CTL berlangsung alamiah (natural) berupa kegiatan bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Menurut Elaine B.Johnson (2009:65) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa seorang pembelajar akan mau dan mampu menyerap materi pelajaran jika mereka dapat menangkap makna dari pelajaran tersebut. Pembelajaran dengan model CTL melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi penemuan makna.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual (Contextual Teacing and Learning) adalah kosep belajar yang menghadirkan dunia nyata untuk membantu siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran kontekstual mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata (real world learning), berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan (joyfull and quantum learning) dan menggunakan berbagai sumber belajar. (Sumiati, 2009:14).
Sebagai sebuah sistem CTL terdiri dari tujuh (7) komponen yang saling mendukung guna mencapai tujuan, menurut Suwarna (2005: 119-126) yaitu: a) Konstruktivisme (constructivism); b) Menemukan (inquiry); b) Bertanya (questioning); c) Masyarakat belajar (learning community); d) Pemodelan (modelling); e) Refleksi (reflection); dan f) Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).
METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 1 Banjar Baru Kecamatan Banjar Baru Kabupaten Tulang Bawang tahun pelajaran 2015/2016. Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Sedangkan subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas kelas VIII-D SMP Negeri 1 Banjar Baru Kecamatan Banjar Baru Kabupaten Tulang Bawang tahun pelajaran 2015/2016 pokok bahasan Sad Atatayi.
Rancangan Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kasihani (1998:13), bahwa penelitian tindakan kelas merupakan salah satu upaya guru atau praktisi dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan meninkatkan mutu pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan tugas guru di lapangan. Lebih lanjut dijelaskan Kasihani (1998:13), bahwa penelitian tindakan kelas yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dan II dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
Metode pengumpulan data diperoleh melalui observasi, pengelolaan metode pembelajaran, observasi aktivitas guru dan siswa, serta tes formatif. Instrument yang digunakan meliputi: silabus, RPP, lembar kegiatan siswa, lembar observasi pengolahan model pembelajaran Contextual Teacing and Learning, lembar observasi aktivitas guru dan siswa, serta tes formatif yang disusun berdasarkan tujuan pembelajaran dengan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas tiap soal, serta uji taraf kesukaran dan daya pembeda. Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan masalah tersebut maka yang merupakan variabel penelitian tindakan kelas ini adalah : (1) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi perubahan pada variabel terikat yaitu model pembelajaran Contextual Teacing and Learning; dan (2) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu tingkat penguasaan materi pokok bahasan Sad Atatayi. Sedangkan untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
Setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individu) jika proporsi jawaban benar siswa ≥ 65%, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya (Depdikbud dalam Trianto, 2010: 241).
Tetapi, menurut Trianto (2010: 241) berdasarkan ketentuan KTSP penentuan ketuntasan belajar ditentukan sendiri oleh masing-masing sekolah yang dikenal dengan istilah kriteria ketuntasan minimal, dengan berpedoman pada tiga pertimbangan, yaitu: kemampuan setiap peserta didik berbeda-beda; fasilitas (sarana) setiap sekolah berbeda; dan daya dukung setiap sekolah berbeda. Maka dalam penelitian ini, sesuai dengan KKM mata pelajaran agama hindu di sekolah tempat peneliti melakukan penelitian, maka ketuntasan individual adalah 70 dan ketuntasan secara klasikal adalah 85%.
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
3. Untuk lembar observasi
a. Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) digunakan rumus sebagai berikut:
Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Siklus I
- Tahap Perencanaan (Planning), meliputi: a) Bersama dengan observer membuat jadwal perencanaan tindakan untuk menentukan tema dan sub tema pokok yang akan diajarkan; b) Mempersiapkan kelengkapan yang digunakan dalam proses pembelajaran seperti Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran; c) Merancang model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL); d) Mempersiapkan media pembelajaran; dan e) Menyiapkan instrumen penelitian yang berupa, pedoman observasi siswa dan guru, tes akhir.
- Tahap Pelaksanaan (Action), meliputi: a) Melaksanakan langkah-langkah sesuai perencanaan; b) Menerapkan model pembelajaran klasikal; c) Melakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah kegiatan yang dilaksanakan; d) Memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan; dan e) Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat melakukan tahap tindakan.
- Tahap Mengamati (Observasi), meliputi: a) Melakukan diskusi dengan observer (guru pendamping atau rekan sejawat) dan kepala sekolah untuk rencana observasi; b) Observer mengamati kegiatan guru dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan lembar observasi sesuai kesepakatan; c) Guru melakukan pengamatan terhadap kegiatan belajar siswa; d) Observer mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat belajar dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL); dan e) Melakukan diskusi dengan guru pendamping atau rekan sejawat untuk membahas tentang kelemahan-kelemahan atau kekurangan pada penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) serta memberikan perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
- Tahap Refleksi (Reflection), meliputi: a) Menganalisis temuan saat melakukan observasi; b) Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL); c) Melakukan refleksi terhadap penerapan media pembelajaran dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Siklus II dan Siklus III
- Tahap Perencanaan (Planning), meliputi: a) Mengevaluasi hasil refleksi, mendiskusikan, dan mencari upaya perbaikan untuk diterapkan pada pembelajaran berikutnya; b) Mendata masalah dan kendala yang dihadapi saat pembelajaran; dan c) Merancang perbaikan berdasarkan refleksi siklus 1
- Tahap Pelaksanaan (Action), meliputi: a) Melakukan analisis pemecahan masalah; dan b) Melaksanakan tindakan perbaikan dengan menggunakan penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
- Tahap Mengamati (Observasi), meliputi: a) Melakukan pengamatan terhadap penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Mencatat perubahan yang terjadi; dan b) Melakukan diskusi membahas masalah yang dihadapi saat pembelajaran dan memberikan balikan.
- Tahap Refleksi (Reflection), meliputi: a) Merefleksikan aktivitas siswa pada materi pembelajaran; b) Merefleksikan hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL); c) Menganalisis temuan dan hasil akhir penelitian; dan d) Menyusun rekomendasi.
Dari tahap kegiatan pada siklus 1-3 hasil yang diharapkan adalah:
- Peserta didik memiliki kemampuan dan terlibat aktif dalam pembelajaran.
- Guru memiliki kemampuan merancang dan menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
- Terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar pembelajaran dengan materi Sad Atatayi.
Hasil Analisis Item Butir Soal
Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari perhitungan 40 soal diperoleh 20 soal tidak valid dan 20 soal valid. Hasil dari validitas soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1.1 Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa
Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 686. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 22) dengan r (95%) = 0,423. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas.
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 40 soal yang diuji terdapat: (a) 11 soal kategori mudah, (b) 19 soal kategori sedang, dan (c) 10 soal kategori sukar.
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek sebanyak 9 soal, berkriteria cukup 21 soal, berkriteria baik 10 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
Hasil Pengamatan Guru dan Siswa Siklus I
Berdasarkan data hasil pengamatan tampak bahwa dalam penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), hasil pengamatan masuk dalam kriteria cukup baik (59,26%) dengan total skor 11 indikator yang sudah dilaksanakan. Pada komponen konstrukstivisme guru tidak melakukan kegiatan untuk membantu membagun pengetahuan yang berasal dari dalam diri siswa, dan membantu menyediakan sarana dan situasi belajar agar proses konstruksi berjalan lancar, serta guru tidak membiarkan siswa bekerja secara otonom dan atas inisiatif sendiri. Sedangkan pada komponen menemukan sendiri (inquiry) aspek atau indikator yang belum dilakukan meliputi kegiatan: tidak mendorong siswa mengungkapkan pendapat baik secara individu maupun kelompok dan tidak membantu merumuskan masalah dan menyediakan sarana belajar yang dibutuhkan.
Secara detail bahwa dalam pembelajaran siklus I ada 14 indikator (40,74%) yang masih harus di tingkatkan dalam penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yaitu dominan pada komponen konstruktivisme dan refleksi. Indikator pada komponen konstrukstivisme dan refleksi masing-masing memiliki 3 indikator yang tidak ada dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I. Selanjutnya 2 indikator yang tidak ada diikuti oleh komponen lain dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yaitu menemukan sendiri, masyarakat belajar, pemodelan, dan aktivitas bertanya. Ke-14 indikator yang belum dilaksanakan secara maksimal di atas, merupakan suatu kelemahan yang terjadi pada siklus I dan akan dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan revisi yang akan dilakukan pada siklus II. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik histogram di bawah ini.
Pada siklus I, secara garis besar kegiatan belajar mengajar dengan metode pembelajaran CTL sudah dilaksanakan cukup baik, walaupun peran guru masih cukup dominan untuk memberikan penjelasan dan arahan, karena model tersebut masih dirasakan sesuatu yang baru oleh siswa.
Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas siswa dalam penerapan pembelajaran (CTL) dapat dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan data pengamatan aktivitas siswa diperoleh nilai skor berjumlah 37. Artinya bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran CTL memiliki kriteria cukup baik. Terdapat 9 aspek/indikator aktivitas siswa yang kurang dan harus di tingkatkan untuk meningkatkan prestasi dalam penerapan metode pembelajaran CTL.
Adapun data sembilan aspek tersebut meliputi: (1) siswa tidak bekerja secara otonom dan atas inisiatif sendiri; (2) siswa tidak diberi kebebasan untuk memecahkan masalah; (3) siswa tidak berani mengungkapkan pendapat baik secara individu maupun kelompok; (4) siswa tidak berani mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas; (5) siswa menghargai pendapat siswa lain; (6) siswa tidak menanggapi pendapat siswa lain dalam diskusi; (7) siswa tidak dapat menyimpulkan materi pembelajaran; (8) siswa tidak bertanya kepada orang yang lebih ahli; dan (9) siswa tidak berperan serta dalam menilai pekerjaan mereka sendiri.
Aspek yang memiliki kriteria cukup ada 5 aspek yaitu: (1) siswa berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain; (2) siswa semangat saat bekerja sama dalam kelompok; (3) siswa berani mempraktikkan/ mendemonstrasikan hasil kerjanya; (4) siswa mengungkapkan kesan dan saran mengenai pembelajaran; dan (5) siswa bertanya kepada siswa lain.
Sedangkan aspek yang memiliki kriteria baik yaitu ada 6 aspek yang meliputi: (1) siswa senang belajar dengan pendekatan CTL; (2) siswa terlibat dalam pemanfaatan media ; (3) siswa termotivasi untuk belajar; (4) siswa bertanya kepada guru; (5) siswa menjawab pertanyaan guru; dan (6) siswa senang diberi penguatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik histogram di bawah ini.
Hasil Tes Formatif Siklus I
Pelaksanaan hasil tes formatif siklus I dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.2 Nilai Tes Formatif Pada Siklus I
Keterangan:
T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 14
Jumlah siswa yang belum tuntas : 8
Klasikal : Belum tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 14
Jumlah siswa yang belum tuntas : 8
Klasikal : Belum tuntas
Tabel 1.3 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Pada Siklus I
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,00 dan ketuntasan belajar mencapai 63,64% atau ada 14 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya sebesar 63,64% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Refleksi Siklus I
Refleksi Siklus I
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut: a) Guru kurang baik dalam aspek membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman dan siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya; b) Guru kurang baik dalam aspek cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu dan merupakan respon terhadap kejadian serta aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan; dan c) Siswa cukup begitu antusias selama pembelajaran berlangsung.
Refisi Siklus I
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya yaitu: a) guru perlu lebih terampil dalam proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman dan siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Artinya dalam prespektif ini guru di tuntut membuat pengetahuan menjadi bermakna dan relevan bagi siswa, dan memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri, serta menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar; b) Guru harus lebih terampil dalam cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu dan merupakan respon terhadap kejadian serta aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Sehingga pengalaman baru itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya; dan c) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
Hasil Pengamatan Guru dan Siswa Siklus II
Berdasarkan data hasil pengamatan menunjukkan bahwa, tampak aspek-aspek yang diamati pada kegiatan belajar mengajar (Siklus II) yang dilaksanakan oleh guru dengan menerapkan metode pembelajaran CTL mendapatkan penilaian yang baik dari pengamat (72,00%). Maksudnya dari seluruh penilaian hanya terdapat nilai kurang sebesar 7 aspek/indikator (28,00%). Namun demikian penilaian tesebut belum merupakan hasil yang optimal, untuk itu ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan penerapan pembelajaran selanjutnya. Aspek-aspek tersebut meliputi: (1) guru tidak membantu siswa berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain; (2) guru tidak memanfaatkan masyarakat sebagai konteks belajar bagi siswa; (3) guru tidak meminta bantuan siswa untuk mempraktikkan; (4) guru tidak menyimpulkan materi pembelajaran pada hari itu; (5) guru tidak meminta pendapat kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu; (6) tidak danya aktivitas bertanya antara siswa dengan siswa; dan (7) tidak terjadi aktivitas bertanya antara siswa dengan orang lain (tokoh, ahli, masyarakat)
Dengan penyempurnaan aspek-aspek di atas dalam penerapan metode pembelajaran CTL diharapkan siswa dapat menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari dan mengemukakan pendapatnya sehingga mereka akan lebih memahami tentang apa yang telah mereka lakukan. Berikut disajikan hasil observasi akivitas guru dan siswa:
Berdasarkan histogram di atas, tampak bahwa aktifitas guru yang paling dominan pada siklus II adalah pada komponen konstruktisvisme dan menemukan sendiri (inquiry). Data menunjukan bahwa terdapat 18 aspek/indikator (72,00%) yang sudah diterapkan oleh guru. Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini mengalami peningkatan yang signifikan.
Dari data histogram di atas aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus II di kategorikan cukup baik yaitu terdapat 12 aspek/indikator (60,00%), kategori baik 6 aspek/indikator (30,00%), kategori sangat baik 1 aspek/indikator (5,00%), dan kategori kurang 1 aspek/indikator (5,00%). Data menunjukan bahwa jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas siswa ini mengalami peningkatan yang signifikan dengan perolehan skor sebesar 48 sehingga dapat dikategorikan bahwa aktivitas siswa baik dalam pelaksanaan pembelajaran CTL.
Hasil Tes Formatif Siklus II
Pelaksanaan hasil tes formatif siklus II dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.4 Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
Keterangan:
T : Tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 16
Jumlah siswa yang belum tuntas : 5
Klasikal : Belum tuntas
TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 16
Jumlah siswa yang belum tuntas : 5
Klasikal : Belum tuntas
Tabel 1.5 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Pada Siklus II
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 78,09 dan ketuntasan belajar mencapai 77,27% atau ada 16 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode pembelajaran CTL.
Refleksi Siklus II
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut: (1) Guru baik dalam aspek membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman dan siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya; (2) Guru selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya; (3) Guru baik dalam aspek cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu dan merupakan respon terhadap kejadian serta aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan; (4) Memotivasi siswa; dan (5) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep
Revisi Rancangan Siklus II
Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus III antara lain: (1) Guru perlu membantu siswa berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain dan memanfaatkan masyarakat sebagai konteks belajar bagi siswa agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain (team work). Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun lingkungan yang terjadi secara alamiah; (2) Guru perlu meminta bantuan siswa untuk mempraktikkan suatu konsep dalam materi pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Model dapat diperoleh dari guru, siswa, atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan; (3) Guru harus lebih terampil dalam menyimpulkan materi pembelajaran pada hari itu dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan kesan dan saran mengenai pembelajaran pada hari itu, dan (4) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pda siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.
Hasil Pengamatan Guru dan Siswa Siklus III
Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:
Berdasarkan histogram di atas, tampak bahwa aktifitas guru yang paling dominan pada siklus III adalah pada komponen konstruktisvisme, menemukan sendiri (inquiry), permodelan dan refleksi. Data menunjukan bahwa terdapat 22 aspek/indikator (88,00%) yang sudah diterapkan oleh guru. Jika dibandingkan dengan siklus II, aktivitas ini mengalami peningkatan yang signifikan karena metode pembelajaran CTL sudah diterapkan sangat baik. Penyempurnaan aspek-aspek di atas dalam menerapkan metode pembelajaran CTL diharapkan dapat berhasil semaksimal mungkin.
Dari data histogram di atas aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus III di kategorikan baik yaitu terdapat 13 aspek/indikator (65,00%), kategori sangat baik 3 aspek/indikator (15,00%), dan kategori cukup baik 4 aspek/indikator (20,00%), Data menunjukan bahwa jika dibandingkan dengan siklus II, aktivitas siswa ini mengalami peningkatan yang signifikan dengan perolehan skor sebesar 59 sehingga dapat dikategorikan bahwa aktivitas siswa baik dalam pelaksanaan pembelajaran CTL.
Hasil Tes Formatif Siklus III
Pelaksanaan hasil tes formatif siklus III dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.6 Nilai Tes Formatif Pada Siklus III
Keterangan:
T : Tuntas TT : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas : 21
Jumlah siswa yang belum tuntas : 1
Klasikal : Belum tuntas
Tabel 1.7 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Pada Siklus III
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 84,73 dan dari 22 siswa yang telah tuntas sebanyak 21 siswa dan 1 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 95,45% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran CTL membuat siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.
Refleksi Siklus III
Refleksi Siklus III
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan metode pembelajaran CTL. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut: (1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar; (2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung; (3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik; (4) Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.
Refisi Pelaksanaan Siklus III
Pada siklus III guru telah menerapkan metode pembelajaran CTL dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode pembelajaran CTL dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pembahasan
- Ketuntasan Hasil belajar Siswa; Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 63,64%, 77,27%, dan 95,45%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
- Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran; Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. Siklus I (68,18), siklus II (78,09). dan siklus III (84,73).
- Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran; Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Hindu pokok bahasan Sad Atatayi dengan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas (a) Guru membantu siswa berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain dan memanfaatkan masyarakat sebagai konteks belajar bagi siswa agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain (team work). Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun lingkungan yang terjadi secara alamiah; (b) Guru meminta bantuan siswa untuk mempraktikkan suatu konsep dalam materi pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Model dapat diperoleh dari guru, siswa, atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan; (c) Guru lebih terampil dalam menyimpulkan materi pembelajaran pada hari itu dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan kesan dan saran mengenai pembelajaran pada hari itu; (d) Guru menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar; (e) Membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, dan (f) Menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Pembelajaran dengan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (63,64 %), siklus II (77,27 %), dan siklus III (95,45 %). Dengan nilai rata-rata hasil belajar siswa yaitu: siklus I (68,18), siklus II (78,09), dan siklus III (84,73).
- Penerapan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan hasil wawancara dengan beberapa siswa, rata-rata jawaban menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin. 2009. Psikologi Pendidikan Perkembangan.
Yogyakarta: Ar Ruzz.
Elaine B. Jonson. 2009. Contextual Teaching & Learning.Bandung:
MLC.
Johnson, E. B. 2009. Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Terj. Ibnu Setiawan. Bandung:
MLC. (Buku asli diterbitkan 2002).
Hadari, Nawawi. 1981. Metode-Metode
Mengajar. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Kasihani. 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Depdikbud
Pitadjeng,
2006. Pembelajaran Matematika Yang
Menyenangkan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Oka Punyatmadja, IB. 1992. Pañca Śraddha Denpasar: Upada Sastra.
Sadly. 1977. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran.
Bandung: CV Wacana Prima
Suwarna. 2005. Pengajaran
Mikro. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Trianto. 2010. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Posting Komentar