DILIHAT dari karakteristik geografis dan potensi alamnya, Kabupaten Tuban tidaklah jauh berbeda dengan daerah lainnya yang berada di pesisir pantai utara Jawa Timur, seperti Kabupaten Gresik dan Lamongan. Selain memiliki daerah pantai yang cukup panjang, wilayah Tuban juga terdiri dari gunung-gunung kapur dan hutan jati.
Dengan kondisi alam yang demikian, maka tak heran potensi daerah Tuban menjadi cukup luas, mulai dari laut sampai daratan. Besarnya potensi alam yang dimiliki Kabupaten Tuban ini telah mengundang sejumlah industri untuk berinvestasi di Tuban.
Usaha pertanian Tuban, menduduki peringkat pertama penyumbang kegiatan ekonomi Tuban tahun 2002 dengan nilai Rp 124,8 miliar, masih bersandar pada produksi tanaman pangan, terutama padi dan jagung. Pada tahun 2002, produksi hasil pertanian yang menjadi mata pencaharian sebagian penduduk Tuban itu meningkat masing-masing 1,03 persen atau 384.908 ton padi dan 3,07 persen atau 265.361 ton jagung. (Kompas,5/11/2003).
Selain tanaman pangan, ekspor berbagai komoditas kelautan cukup berarti nilainya, seperti udang sekitar Rp 5,4 miliar dan teri senilai Rp 46,2 miliar.(http.//tuban.go.id). Tak ayal, ekspor hasil laut ke Singapura, Jepang, Korea, dan Cina menjadi pemasok yang cukup besar bagi sektor pertanian.
Disisi lain potensi perut bumi Tuban juga cukup besar. Salah satu di antaranya adalah minyak bumi baik didarat dan lepas pantai. Data tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Industri (RTRKI) Kabupaten Tuban menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah akan menyediakan zona industri seluas 49.210 hektar atau 26,74 persen dari luas seluruh wilayah Kabupaten Tuban.
Luas areal yang sudah termanfaatkan untuk industri sekitar 29.223 hektar sehingga masih ada sekitar 20.097 hektar lahan yang belum digunakan. Saat ini sedikitnya terdapat sekitar enam daerah yang memiliki cadangan minyak dan gas (migas) yang akan dan sedang dieksploitasi.
Beberapa daerah itu di antaranya di Kecamatan Singgahan dengan 20 sumur yang sebagian sumurnya telah dieksploitasi, yaitu Bangilan, Bukar, Parengan, Jenur, Mudi, dan Rengel. Industri pengolahan yang memberi kontribusi tak kurang Rp 77,6 miliar dan menempati posisi kedua penyumbang kegiatan ekonomi daerah Tuban, terbesar ditopang oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk dengan komoditas Semen Portland. Industri berat yang pada tahun 2002 realisasi produksinya 63.287.790 kantong atau 12.667 ton itu menumpu hingga 92,9 persen pemasukan industri pengolahan.(Kompas,5/11/2003). Belum lagi PT Holcim Indonesia Tbk dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama.
Dilain pihak pada sektor migas selain Mobil Oil, perusahaan eksplorasi dan eksploitasi migas yang sudah cukup lama beroperasi di Tuban, yaitu Devon Oil dan JOB Pertamina, serta perusahaan migas dari Cina, Petrochina. Meski potensi daerah Tuban memang menjanjikan, kenyataannya hal itu belum mampu memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Tuban sendiri. Hasil pengeboran migas yang dieksplorasi dan dieksploitasi sejumlah perusahaan kontraktor bagi hasil (KPS) juga belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Tuban.
Disamping itu meski mempunyai cukup banyak potensi industri olahan, seperti legen (tuak) dan makanan olahan lain dari Kecamatan Tuban dan Semanding atau gerabah hias di Kecamatan Semanding dan Parengan, kebanyakan hasil industri kecil dan menengah Tuban masih berbicara di tingkat lokal. Distribusinya pun hanya menjangkau empat pasar tradisional dan satu pasar hewan.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana melakukan berbagai upaya untuk mencapai kesejateraan bersama seluruh warga Kabupaten Tuban. Menurut kami Setidaknya ada 4 (empat) nilai pendukung yang mempengaruhi upaya untuk mencapai kesejahteraan. Keempat nilai itu adalah kerukunan, kepedulian, kemandirian, dan kemajuan. Asumsinya adalah tidak mungkin mencapai kesejahteraan yang dicita-citakan, bila keempat nilai tersebut tidak menunjukkan kondisi yang mendukung. Mengingat hal itu, adalah penting untuk mengidentifikasi apa faktor yang mempengaruhi nilai pendukung itu sendiri. Satu faktor yang paling penting ternyata adalah kepercayaan (trust).
Berdasarkan kerangka dasar ini, analisis kemudian akan memberikan perhatian besar kepada berbagai upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah, bersama aktor-aktor strategis lainnya, untuk meningkatkan kepercayaan. Ada lima faktor yang berperan dalam hal ini. yaitu, Kepastian Arah Reformasi; Akuntabilitas & Transparansi; Kepastian Hukum dan Perlindungan Hak Warga; Pembangunan Berbasis Komunitas; dan Peningkatan Pelayanan Publik.
Dalam perpektif kapital sosial upaya yang dapat dilakukan; pertama, yaitu integrasi sosial, yang memfasilitasi intensitas dan kepadatan hubungan Pemerintah Daerah dan Corporate (swasta). Artinya bahwa didasari perilaku kerjasama dan kordinasi tindakan bersama untuk suatu yang bermanfaat secara timbal balik (mutual benefit) atas dasar eksplorasi yang dilakukan oleh corporate (Swasta) di wilayah Tuban (Corporate Social Responsibility).
Hal ini senada dengan Dr. David C. Korten penulis buku laris berjudul When Corporations Rule the World. Apa yang ditandaskan Korten itu melukiskan betapa nyata tindakan yang diambil korporasi membawa dampak terhadap kualitas kehidupan manusia, terhadap individu, masyarakat dan seluruh kehidupan di bumi ini.
Dilain pihak sebagaimana hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Jeneiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development). Dalam perspektif perusahaan, di mana keberlanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, diantaranya adalah; (1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan (3) tanggung jawab sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, corporate, dan pemerintah) (5) mempunyai nilai keuntungan.
Sedangkan menurut The Word Business Council for Sustainable Development (WBCSD) in fox, et al (2002), definisi CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan, adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Trinidad and Tobacco Bureau of Standard (TTBS) menyimpulkan bahwa CSR terkait dengan nilai dan standar yang dilakukan berkenaan dengan beroperasinya sebuah corporate, maka CSR diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas (Sankat, Clement K, 2002).
Dalam gagasan CSR, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (Corporate Value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (Financial) saja. Tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sisi bottom lines lainnya, selain finansial adalah sosial dan lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (Sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan lingkungan hidup.
Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak azasi manusia (HAM). Bank-bank di Eropa menerapkan kebijakan dalam pemberian pinjaman hanya kepada perusahaan yang mengimplementasikan CSR dengan baik.
Tren global lainnya dalam pelaksanaan CSR di bidang pasar modal adalah penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan salah satu kriterianya adalah praktik CSR.
Begitu pula London Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE4Good sejak 2001. Inisiatif ini mulai diikuti oleh otoritas bursa saham di Asia, seperti di Hanseng Stock Exchange dan Singapore Stock Exchange. Konsekuensi dari adanya indeks-indeks tersebut memacu investor global seperti perusahaan dana pensiun dan asuransi yang hanya akan menanamkan investasinya di perusahaan-perusahaan yang sudah masuk dalam indeks tersebut.
Menghadapi tren global dan resistensi masyarakat sekitar perusahaan, maka sudah saatnya setiap perusahaan memandang serius pengaruh dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan dari setiap aktivitas bisnisnya, serta berusaha membuat laporan setiap tahunnya kepada stakeholdernya. Laporan bersifat non financial yang dapat digunakan sebagai acuan oleh perusahaan dalam melihat dimensi sosial, ekonomi dan lingkungannya.
Contoh sederhana misalnya dari total realisasi produksinya 63.287.790 kantong oleh PT. Semen Gresik Tbk di berikan ke Pemda Rp. 500,00 dari hasil penjualan per kantongnya. Dari sini dapat dilihat kenaikan PAD Tuban akan naik dan tentunya upaya kesejahteraan warga meningkat, dan ini berlaku bagi semua corporate yang melakukan eksplorasi di Tuban.
Upaya kedua, Track record dan image building, yaitu vakumnya konflik sosial dan jenis kekerasan lain di Tuban, artinya kualitas sikap dan perilaku warga memperkuat kepercayaan sosial secara keseluruhan terhadap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.Namun apabila kepercayaan sosial ini menurun bisa jadi sebagai bom waktu bagi pemangku kebijakan strategis di Tuban. (Misal; tragedi Pilkada 2006 ).
Ketiga, dalam proses pembangunan, desa menjadi wilayah pembangunan dan diberikan wewenang untuk menyusun program pembangunannya sendiri. Artinya kalau desa atau antar-desa sudah merupakan wilayah pembangunan, dan memiliki program pem¬bangunannya sendiri, maka langkah berikutnya: bagaimana memberdayakan semua komponen governance (civil societies, BPD dan dunia usaha) sehingga secara kolektif mereka dapat mengorganisasikan sendiri semua potensi desa yang tersimpan dalam teritori (wilayah), struktur sosial dan satuan administratifnya. Dengan demikian terbangun kelembagaan masyarakat yang aspiratif, representatife, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat. *) Kang Naryo.
Dengan kondisi alam yang demikian, maka tak heran potensi daerah Tuban menjadi cukup luas, mulai dari laut sampai daratan. Besarnya potensi alam yang dimiliki Kabupaten Tuban ini telah mengundang sejumlah industri untuk berinvestasi di Tuban.
Usaha pertanian Tuban, menduduki peringkat pertama penyumbang kegiatan ekonomi Tuban tahun 2002 dengan nilai Rp 124,8 miliar, masih bersandar pada produksi tanaman pangan, terutama padi dan jagung. Pada tahun 2002, produksi hasil pertanian yang menjadi mata pencaharian sebagian penduduk Tuban itu meningkat masing-masing 1,03 persen atau 384.908 ton padi dan 3,07 persen atau 265.361 ton jagung. (Kompas,5/11/2003).
Selain tanaman pangan, ekspor berbagai komoditas kelautan cukup berarti nilainya, seperti udang sekitar Rp 5,4 miliar dan teri senilai Rp 46,2 miliar.(http.//tuban.go.id). Tak ayal, ekspor hasil laut ke Singapura, Jepang, Korea, dan Cina menjadi pemasok yang cukup besar bagi sektor pertanian.
Disisi lain potensi perut bumi Tuban juga cukup besar. Salah satu di antaranya adalah minyak bumi baik didarat dan lepas pantai. Data tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Industri (RTRKI) Kabupaten Tuban menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah akan menyediakan zona industri seluas 49.210 hektar atau 26,74 persen dari luas seluruh wilayah Kabupaten Tuban.
Luas areal yang sudah termanfaatkan untuk industri sekitar 29.223 hektar sehingga masih ada sekitar 20.097 hektar lahan yang belum digunakan. Saat ini sedikitnya terdapat sekitar enam daerah yang memiliki cadangan minyak dan gas (migas) yang akan dan sedang dieksploitasi.
Beberapa daerah itu di antaranya di Kecamatan Singgahan dengan 20 sumur yang sebagian sumurnya telah dieksploitasi, yaitu Bangilan, Bukar, Parengan, Jenur, Mudi, dan Rengel. Industri pengolahan yang memberi kontribusi tak kurang Rp 77,6 miliar dan menempati posisi kedua penyumbang kegiatan ekonomi daerah Tuban, terbesar ditopang oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk dengan komoditas Semen Portland. Industri berat yang pada tahun 2002 realisasi produksinya 63.287.790 kantong atau 12.667 ton itu menumpu hingga 92,9 persen pemasukan industri pengolahan.(Kompas,5/11/2003). Belum lagi PT Holcim Indonesia Tbk dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama.
Dilain pihak pada sektor migas selain Mobil Oil, perusahaan eksplorasi dan eksploitasi migas yang sudah cukup lama beroperasi di Tuban, yaitu Devon Oil dan JOB Pertamina, serta perusahaan migas dari Cina, Petrochina. Meski potensi daerah Tuban memang menjanjikan, kenyataannya hal itu belum mampu memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Tuban sendiri. Hasil pengeboran migas yang dieksplorasi dan dieksploitasi sejumlah perusahaan kontraktor bagi hasil (KPS) juga belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Tuban.
Disamping itu meski mempunyai cukup banyak potensi industri olahan, seperti legen (tuak) dan makanan olahan lain dari Kecamatan Tuban dan Semanding atau gerabah hias di Kecamatan Semanding dan Parengan, kebanyakan hasil industri kecil dan menengah Tuban masih berbicara di tingkat lokal. Distribusinya pun hanya menjangkau empat pasar tradisional dan satu pasar hewan.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana melakukan berbagai upaya untuk mencapai kesejateraan bersama seluruh warga Kabupaten Tuban. Menurut kami Setidaknya ada 4 (empat) nilai pendukung yang mempengaruhi upaya untuk mencapai kesejahteraan. Keempat nilai itu adalah kerukunan, kepedulian, kemandirian, dan kemajuan. Asumsinya adalah tidak mungkin mencapai kesejahteraan yang dicita-citakan, bila keempat nilai tersebut tidak menunjukkan kondisi yang mendukung. Mengingat hal itu, adalah penting untuk mengidentifikasi apa faktor yang mempengaruhi nilai pendukung itu sendiri. Satu faktor yang paling penting ternyata adalah kepercayaan (trust).
Berdasarkan kerangka dasar ini, analisis kemudian akan memberikan perhatian besar kepada berbagai upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah, bersama aktor-aktor strategis lainnya, untuk meningkatkan kepercayaan. Ada lima faktor yang berperan dalam hal ini. yaitu, Kepastian Arah Reformasi; Akuntabilitas & Transparansi; Kepastian Hukum dan Perlindungan Hak Warga; Pembangunan Berbasis Komunitas; dan Peningkatan Pelayanan Publik.
Dalam perpektif kapital sosial upaya yang dapat dilakukan; pertama, yaitu integrasi sosial, yang memfasilitasi intensitas dan kepadatan hubungan Pemerintah Daerah dan Corporate (swasta). Artinya bahwa didasari perilaku kerjasama dan kordinasi tindakan bersama untuk suatu yang bermanfaat secara timbal balik (mutual benefit) atas dasar eksplorasi yang dilakukan oleh corporate (Swasta) di wilayah Tuban (Corporate Social Responsibility).
Hal ini senada dengan Dr. David C. Korten penulis buku laris berjudul When Corporations Rule the World. Apa yang ditandaskan Korten itu melukiskan betapa nyata tindakan yang diambil korporasi membawa dampak terhadap kualitas kehidupan manusia, terhadap individu, masyarakat dan seluruh kehidupan di bumi ini.
Dilain pihak sebagaimana hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Jeneiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development). Dalam perspektif perusahaan, di mana keberlanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, diantaranya adalah; (1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan (3) tanggung jawab sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, corporate, dan pemerintah) (5) mempunyai nilai keuntungan.
Sedangkan menurut The Word Business Council for Sustainable Development (WBCSD) in fox, et al (2002), definisi CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan, adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Trinidad and Tobacco Bureau of Standard (TTBS) menyimpulkan bahwa CSR terkait dengan nilai dan standar yang dilakukan berkenaan dengan beroperasinya sebuah corporate, maka CSR diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas (Sankat, Clement K, 2002).
Dalam gagasan CSR, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (Corporate Value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (Financial) saja. Tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sisi bottom lines lainnya, selain finansial adalah sosial dan lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (Sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan lingkungan hidup.
Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak azasi manusia (HAM). Bank-bank di Eropa menerapkan kebijakan dalam pemberian pinjaman hanya kepada perusahaan yang mengimplementasikan CSR dengan baik.
Tren global lainnya dalam pelaksanaan CSR di bidang pasar modal adalah penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan salah satu kriterianya adalah praktik CSR.
Begitu pula London Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE4Good sejak 2001. Inisiatif ini mulai diikuti oleh otoritas bursa saham di Asia, seperti di Hanseng Stock Exchange dan Singapore Stock Exchange. Konsekuensi dari adanya indeks-indeks tersebut memacu investor global seperti perusahaan dana pensiun dan asuransi yang hanya akan menanamkan investasinya di perusahaan-perusahaan yang sudah masuk dalam indeks tersebut.
Menghadapi tren global dan resistensi masyarakat sekitar perusahaan, maka sudah saatnya setiap perusahaan memandang serius pengaruh dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan dari setiap aktivitas bisnisnya, serta berusaha membuat laporan setiap tahunnya kepada stakeholdernya. Laporan bersifat non financial yang dapat digunakan sebagai acuan oleh perusahaan dalam melihat dimensi sosial, ekonomi dan lingkungannya.
Contoh sederhana misalnya dari total realisasi produksinya 63.287.790 kantong oleh PT. Semen Gresik Tbk di berikan ke Pemda Rp. 500,00 dari hasil penjualan per kantongnya. Dari sini dapat dilihat kenaikan PAD Tuban akan naik dan tentunya upaya kesejahteraan warga meningkat, dan ini berlaku bagi semua corporate yang melakukan eksplorasi di Tuban.
Upaya kedua, Track record dan image building, yaitu vakumnya konflik sosial dan jenis kekerasan lain di Tuban, artinya kualitas sikap dan perilaku warga memperkuat kepercayaan sosial secara keseluruhan terhadap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.Namun apabila kepercayaan sosial ini menurun bisa jadi sebagai bom waktu bagi pemangku kebijakan strategis di Tuban. (Misal; tragedi Pilkada 2006 ).
Ketiga, dalam proses pembangunan, desa menjadi wilayah pembangunan dan diberikan wewenang untuk menyusun program pembangunannya sendiri. Artinya kalau desa atau antar-desa sudah merupakan wilayah pembangunan, dan memiliki program pem¬bangunannya sendiri, maka langkah berikutnya: bagaimana memberdayakan semua komponen governance (civil societies, BPD dan dunia usaha) sehingga secara kolektif mereka dapat mengorganisasikan sendiri semua potensi desa yang tersimpan dalam teritori (wilayah), struktur sosial dan satuan administratifnya. Dengan demikian terbangun kelembagaan masyarakat yang aspiratif, representatife, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat. *) Kang Naryo.
Posting Komentar