Ranum subur membentang warna wajah nan menghijau
Kala menantang selayang pandang pada gugusan tebu
Semusim sudah bertahan pada gubuk tunggu suasana beku
Hingga senja malu menoreh jingga di penghujung biru
Mengusung duka saat enggan kau sapa di tirai kelambu
Perih dan sakit meninggalkan bekas luka seakan dunia tahu
Repih impian menggapai cita tandai gurat yang menyatu
Menggiring jejak langkah pasti sambil menoreh lori
Bernoktaf pasrah pada ayat-ayat derita berperi
Langkah tatap mata sahabat pada jalan mulai geli
Angin utara pelan membawa jiwa meninggalkan malam peri
Tawa bocah mebuncah hilang senyap terdengar sendiri
Ayun pedati menuju bantera cinta pada kelana sepi
Menjemput kilau rembulan malam pada paruh sunyi
Walau merajuk malu penuh dengan kelakar baja
Segudang tanda kenang menyudahi dalam celana
Namun kilau itu meneduh kala sorot tajam menyapa
Terik seberkas cahaya membawa pesan yang nyata
Redup megapai angan kian hilang dalam rasa suka
Tegar dalam dekap menjemput terompet sangkakala
Menitis sukma ntuk memilih pada lara air mata
Memintal benang kala si uyung mencerai pagi
Kicau podang menandai seruak pagi nan sunyi
Selasih semerbak mewangi di ujung jalan kian peri
Tangis mendesah mengalir dari tawa penuh arti
Campakkan kata menembus sukma pada seutas tali
Gapai asamu meninggali belahan jiwa tak bertepi
Bejana indahmu meninggalkan pesan nyanyi sunyi
Hempas angin semusim dalam tirai penuh makna arti
Surya terasa membalik pada teriakan kabar paru
Terhempas catatan kenang berbalut daun sembilu
Terbang terbawa angan menyetubuh jiwa-jiwa ungu
Melayang bersama angin pada titian takdir jemu
Menggores tajam dan lekat dalam diary nan sayu
Dimata sahabat kau tinggalkan sedih kian pilu
Singgasana pun menyanyi seorang diri pada kelu
Tembus mimpi nikmati galau pada seberkas lara menyudah
Menikam jantung saat peluhmu meradang tinggalkan lepah
Berdiri pun tak tegap saat tajamnya sorot kian meresah
Panggilan suci menerobos cepat menghimpit sisi tengah
Sujud dan tengadahkan muka di awan hitam kian merapuh
Saat tusukan maut menjelang ajal malayang pada rasa lelah
Jalan nirwana kau pilih menembus-nembus belukar sajadah
Kaki dan nanah penuh noda tinggalkan tepi gunung
Jabat tangan tanda kasih penuh harap dan renung
Mencipta jelaga pada dengus yang melarang datang
Membisu penuh arti kala hening malam nan jelang
Hinga maut menjemput dan malaikat kian tandang
Rasa sesal membiru beku pada rautan penuh kenang
Menyatu hasrat menguggah tidur di balik dinding
Mencintaimu adalah hasrat yang paling mengunung
Lidah memang tak bertulang saat semua baru terasa
Mulut membisu seolah meratap pada tepian telaga
Lentik mengalun rasa hilang dalam sekejap makna
Tuntas paripurna sudah mendekam di pulau membara
Kaji materi meninggalkan pesan selaksa duga sangka
Menimpal kepedihan menjunjung semangat jiwa kelana
Senyap pagi sonsong mimpi dengan penuh tanda tanya
Minyikapi derit lori yang tak lagi tegur sapa
Bumi Toeban, 11 February 2011
Posting Komentar