Kuhandel di Bilik Kelambu
Written By Kang Naryo on Kamis, 20 Januari 2011 | 10.06
Kugurat sajak ini buat dikau seorang
Ketika rembulan merintih pada suluk bimbang
Menyebar harum mewangi karena sayup angin pada kemuning
Tentang selembar kisah yang dipilin untai benang
Bersemi dengan nada cinta untuk selalu dikenang
Tak ada ucap dan desah kata merindu
Apalagi seruan ratap yang mengharu biru
Ketika aku teguk segara nikmat bersamamu
Malampun hanya membuai nafas pada tirai sutra ungu
Merintih bait berahi bersandar pada dinding bambu
Yaahh, Kuhandel dirimu di bilik kelambu
Sekejap gelegar halilintar menyeruak cawan suci
Lentik jemarimu tampak merona, merekah tak bertepi
Setetes hujan pun berserak 'bak buih menyetubuh pantai
Berbalut hasrat kesumat yang meningkahi galau illahi
Seirama dengan derit lincak yang mengaduh pada desah murni
Lalu gugus gumintang terlihat nyata, meratap di bekap sunyi
Segumpal rasa menyatu dan mengelayut pada dua bukit berduri
Malam kian letih dan malu untuk merotasi
Dewi malam pun lamban dalam sepoi angin
Segera dekap dan rengkuh aku, pelan kau membisik
Rebahkan nafasmu di ujung selimutku, "inginmu
Mari kita jamah remang malam dengan risalah tantra
Genggam jemari ini dengan buliran peluhmu
Kita retas selaksa asa menuju bahtera ligai
Lalu kulantun syair binal untuk rengkuh malammu
Hingga kumengerti rasa dalam dangkal bibirmu
Dan akan aku ukir kumparan rasa ini di pusara jantungku
Walaupun bias mentari sudah berkaca pada embun pagi
Karena tersipu pada wangi selasih dan sisa hujan semalam
Dan kau pun lirih mengaduh manja, senada detak tak henti
Kicau kedasih pun enggan menyorak menembus derap pedati
Tersaji cinta yang tumpah dalam pekatnya biduk asmara
Merepih janji, tumpahkan ingin pada kilau nirwana
Disaat aku merasakan rasa ruhmu pada detik-detik kekal
Mengapa gelisahku membentang pada angin pesona musim giling tebu
Tampak jelas kau campakkan rembulan yang kusunting untukmu
Engkau hirup aroma pejantan untuk nitis ritual sundal
Manis tuturmu mampu meninakan sang bintang
Awanpun menangis tak mampu menggelantung pada jagad raya
Memudar pelangi terhempas rinai hujan di betis petang
Sampai jejak langkah malaikat enggan bertandang sapa
Aku berseru kala derit lori tak lagi miliki nada
Kala tawa bocah tak membuncah karena belai angin utara
Waktunya mengubur rembulan rapuh menjadi debu jelaga
Tertancap nisan kristal bertuliskan indra cinta segitiga
Lalu mulai kutiti layang pada hampar selebar juang
Kucari tulang iga yang masih bertahta fatamorgana
Aku kalah, Gusti... Aku pasrah...
Selepas injin-MU,
Aku penuhi undangan-Mu...
Aku terima pinang-Mu...
Sambutlah... Sambutlah...
Aku ingin menangis
Dengan hati yang bernyanyi
Di pangkuan-MU...
Toelangan, 24/12/2010
Label:
Geguritan
Posting Komentar