Megatruh
Written By Kang Naryo on Sabtu, 07 Agustus 2010 | 05.49
Selembar daun waru kian mengering
ketika selarik bujuk rayu sore mencerai petang
gurat merah membias cahaya pudar
rapuh menantang kedigdayaan malam
disaat merah mentari gelisah untuk berlalu
tak sabar menunggu dekap dalam bimbang
Seorang lelaki berdiri dengan kaki sarat daki keletihan
tanpa selembar alas menatap langit berona pelangi
raganya terdiam dalam dingin di kaki senja
mengurai bait kidung podang di ranting cemara
di hamparan lautan perdu perburuan tanpa jeda
Duhai sang dewi, malammu adalah malam sarat penantian
malamku adalah malam penuh pengharapan
berharap pada resapan kasih dedaun kering
menunggu tetes embun di ujung malam
Sang pejantan mengelus busur panah yang tinggal sebatang
gendewa alam enggan bergetar terhimpit pintu malam
perlahan menguak tabir kodrat yang selalu tandang
pada kekelaman malam beraroma kejantanan
Dingin malam semakin kental menyetubuh jagad
tak sanggup melunturkan sabda asmara pejantan
tentang selembar kisah yang telah ditautkan
dalam larik ayat kesakralan yang dibaiat belahan jiwa
Wahai belahan sukma, mampukah engkau merenda ribang
disaat malam kelam berselimut keheningan
sanggupkah engkau mendedah hasrat
disaat titian belahan rambut panjang tak bertepian
bukankah engkau masih menunggu hadirnya ujung malam
Sang pejantan hanya termenung
menyimak perjalanan yang tak kunjung purna
membawa sejuta rasa tentang janji kesetiaan
yang telah ditautkan pada dinding jumantara
dengan belahan jiwa yang menunggu hadirnya senjakala
Sang pejantan pun tersenyum
menatap daun waru kering yang mulai luruh
terhempas di tanah gersang
mengusung biduk kemasgulan
menemui sang dewi malam
--26 Sya'ban 1431 H--
Label:
Geguritan
Posting Komentar