NYANYI SUNYI SEORANG BISU adalah satu-satunya karya non-fiksi Pramoedya semasa menjadi tahanan politik di Buru, bukan novel. Buku ini merupakan kumpulan catatan berisi surat-surat pribadi kepada anak-anaknya yang tak pernah terkirim, juga esai-esai, terutama sangat mencengangkan adalah renungannya yang tajam merekam apa yang dialami sebagai pribadi, sebagai suami dan ayah, sebagai pengarang dan sebagai tahanan politik rejim militerisme yang merampas segala darinya: hasil cipta jiwa dan pemikirannya berikut harta bendanya -- naskah, buku, dokumentasi, rumah, sampai kepada hak kebebasan kewarganegaraannya dan sebagai manusia. Dengan ringkas: rejim golkarnya Suharto merenggut umur Pramoedya yang dengan sendirinya juga merampas kebahagiaan keluarga, istri, dan anak-anaknya. Penguasa fasis orba berusaha keras memendam nilai-nilai produk kreativitas manusia paling berharga yang sebenarnya menjadi milik Indonesia dan masyarakat dunia.
Keunikannya : catatan yang merupakan dokumentasi sosial bangsa ini bukan terbit dalam bahasa tanah kelahirannya, melainkan untuk pertama kali justru terbit di negeri orang lain -- di negeri Belanda sebagai Lied van een Stomme, dua jilid, 1988-1989. Pertimbangannya? Buku ini terlalu besar risiko politiknya untuk diterbitkan di Indonesia di tengah kekuasaan fasisme golkar yang mampu melakukan segalanya yang paling kotor. Tetapi keberanian dan tedad yang mantap untuk merebut kebebasan yang menjadi haknya, membuat Pramoedya mengambil keputusan untuk toh menerbitkan catatannya ini pada saat Suharto sedang sekuasa-kuasanya.
Posting Komentar