“Mungkin kau lupa. Jatuhkan Tunggul Ametung seakan tidak karena tanganmu. Tangan orang lain harus melakukannya. Dan orang itu harus dihukum di depan umum berdasar bukti tak terbantahkan. Kau mengambil jarak secukupnya dari peristiwa itu.” - Pramoedya Ananta Toer -
ROMAN Arok Dedes bukan roman mistika-irasional (kutukan keris Gandring tujuh turunan). Ini adalah roman politik seutuhnya.
Berkisah tentang kudeta pertama di Nusantara. Kudeta Ala Jawa. Kudeta merangkak yang menggunakan banyak tangan untuk kemudian memukul habis dan mengambil bagian kekuasaan sepenuh-penuhnya. Kudeta licik tapi Cerdik. Berdarah, tapi para pembunuh yang sejati bertepuk dada mendapati penghormatan yang tinggi.
Kudeta yang melibatkan gerakan militir (Gerakan Gandring) menyebarkan syak wasangka dari dalam, memperhadapkan antar kawan, dan memanasi perkubuan. Aktor-aktornya bekerja seperti hantu. Kalaupun gerakannya diketahui, namun tiada bukti yang sahih bagi penguasa untuk menyingkirkannya.
Arok adalah simbul dari gabungan antara mesin para militer licik dan politisi sipil yang cerdik-rakus (dari kalangan sudra/agrari yang merangkakkan nasib menjadi penguasa tunggal tanah jawa) Arok tak mesti memperlihatkan tangganya yang berlumur darah mengiringi kejatuhan Ametung di Bilik Agung Tumapel, karena Politik tak selalu indentik dengan perang terbuka. Politik adalah permainan catur di atas papan bidak yang butuh kejelian, pancingan, ketegaan melempar umpan-umpan untuk mendapatkan peruntungan besar. Tak ada kawan dan lawan. Yang ada hanya tahta dimana seluruh hasrat bisa diletupkan sejadi-jadi yang dimau.
Pada akhirnya roman Arok Dedes menggambarkan peta kudeta politik yang kompleks yang "disumbang" jawa untuk Indonesia.
ROMAN Arok Dedes bukan roman mistika-irasional (kutukan keris Gandring tujuh turunan). Ini adalah roman politik seutuhnya.
Berkisah tentang kudeta pertama di Nusantara. Kudeta Ala Jawa. Kudeta merangkak yang menggunakan banyak tangan untuk kemudian memukul habis dan mengambil bagian kekuasaan sepenuh-penuhnya. Kudeta licik tapi Cerdik. Berdarah, tapi para pembunuh yang sejati bertepuk dada mendapati penghormatan yang tinggi.
Kudeta yang melibatkan gerakan militir (Gerakan Gandring) menyebarkan syak wasangka dari dalam, memperhadapkan antar kawan, dan memanasi perkubuan. Aktor-aktornya bekerja seperti hantu. Kalaupun gerakannya diketahui, namun tiada bukti yang sahih bagi penguasa untuk menyingkirkannya.
Arok adalah simbul dari gabungan antara mesin para militer licik dan politisi sipil yang cerdik-rakus (dari kalangan sudra/agrari yang merangkakkan nasib menjadi penguasa tunggal tanah jawa) Arok tak mesti memperlihatkan tangganya yang berlumur darah mengiringi kejatuhan Ametung di Bilik Agung Tumapel, karena Politik tak selalu indentik dengan perang terbuka. Politik adalah permainan catur di atas papan bidak yang butuh kejelian, pancingan, ketegaan melempar umpan-umpan untuk mendapatkan peruntungan besar. Tak ada kawan dan lawan. Yang ada hanya tahta dimana seluruh hasrat bisa diletupkan sejadi-jadi yang dimau.
Pada akhirnya roman Arok Dedes menggambarkan peta kudeta politik yang kompleks yang "disumbang" jawa untuk Indonesia.
Posting Komentar