Headlines News :
Home » » Urgensi KPP Di Kabupaten/Kota Jawa Timur

Urgensi KPP Di Kabupaten/Kota Jawa Timur

Written By Kang Naryo on Senin, 23 Maret 2009 | 16.02

MEMBICARAKAN tentang KPP (Komisi Pelayanan Publik) Jawa Timur dewasa ini memang sangat menarik. Karena lembaga ini akan menjadi pilot project untuk menangani peningkatan pelayanan publik. Sebagai hal baru, KPP cenderung menimbulkan perdebatan panjang tetapi sangat sedikit dapat dicapai suatu kesepakatan yang pragmatis yang memungkinkan apa yang dibahas dapat segera diterapkan.

Hal ini terbukti dengan ditolaknya (dikepras) anggaran KPP oleh DPRD Jawa Timur yang dianggap terlalu besar. Disisi lain ternyata keberadaan KPP yang tertuang dalam Perda Nomor 11 tahun 2005 baru direspon oleh tiga wilayah di Jawa Timur yaitu: Banyuwangi, Pasuruan dan Madiun. Belum lagi persoalan-persoalan infrastruktur pendukung untuk implementasi kebijakan perda ini.

Tujuan esensial dibentuknya KPP adalah untuk menampung, memadukan, merumuskan serta menyampaikan (mengaggregasi dan mengartikulasi) pikiran dan pendapat masyarakat sebagai bentuk partisipasinya kepada pihak-pihak terkait; melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga, badan, kantor di lingkungan pemerintah daerah maupun di lembaga perwakilan rakyat (DPRD) dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam memberi pelayanan publik serta melakukan mediasi untuk menyelesaikan pengaduan atas keberatan masyarakat karena pelayanan publik yang tidak maksimal.

Pelayanan publik selama ini hanya merupakan sesuatu yang dianggap “dibutuhkan” oleh masyarakat dan bukan diletakkan sebagai hak. Konsekuensinya masyarakat yang notabene pemilik hak untuk di layani justru di paksa untuk menerima sistem pelayanan yang “apa adanya”, Pelayanan publik dilakukan tanpa mempertimbangkan standar pelayanan atau kalaupun ada dengan standar pelayanan yang rendah. Kondisi ini semakin diperparah dengan sebagian pelayanan publik dilakukan secara monopoli oleh penyelenggara pemerintahan atau unit usaha yang dimiliki oleh pemerintah daerah.

Di sisi lain masyarakat mulai mempertanyakan akan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang mampu menyediakan public goods dan services. Kondisi keterpurukan ini menuntut segera diimplementasikannya langkah nyata dalam memperbaiki berbagai mekanisme pelayanan publik.

Langkah nyata tersebut bisa diwujudkan dengan menelorkan regulasi yang menyangkut organisasi layanan publik. Tanggung jawab pemerintah daerah tidak sekedar membuat dan menjalankan program yang bernilai ekonomi tetapi yang lebih penting justru identifikasi apakah program dan kebijakan tersebut sudah sesuai dengan keinginan publik dan tidak malah membatasi ruang gerak masyarakat untuk bisa berkreasi secara produktif.

Dimensi lainnya dari manajemen pelayananan publik adalah urgensi untuk memberikan “better value for money” yang berarti sejauhmana pemeritah daerah mampu melaksanakan pelayanan dan pembangunan secara ekonomis, efektif dan efisien. Pada sisi lain muncul juga tuntutan yang semakin intens agar masyarakat dilibatkan dalam penentuan standart kualitas dan kuantitas pelayanan. Masyarakat sebagai customer dan sekaligus citizen makin mempunyai pengaruh dalam menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang dinginkan. Artinya masyarakat menjadi lebih terlibat dalam menentukan jenis pelayanan apa yang dibutuhkan, kapan dibutuhkan, bagaimana penyediaan pelayanan tersebut dan siapa yang menyediakannya.

Kondisi demikian tidak bisa dianggap sebelah mata, perlu upaya sungguh-sungguh dari semua pihak dalam kerangka perubahan manajemen pelayanan publik yang semakin baik. Upaya memperbaiki kinerja pelayanan publik ini harus dilakukan secara terus menerus sehingga bisa dilihat kemanfaatannya bagi masyarakat. Dengan demikian, para klien dan pengguna jasa pelayanan publik tersebut dapat menerima layanan sesuai dengan kebutuhannya, lebih relevan dan efektif. Sehingga masyarakat menerima imbal balik yang sepadan dan efektif oleh karena mereka dapat menikmati pelayanan dari lembaga layanan publik dengan memuaskan.

Oleh karena itu untuk memformulasikan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut: Pertama, perlunya pengakuan hak masyarakat, yaitu hak sebagai konsumen (customer). Dalam rangka memperbaiki kualitas layanan ini, pemerintah daerah harus mampu menerapkan teknik-teknik manajemen yang berorientasi pada kebutuhan customer atau pengguna karena sebenarnya organisasi ini memang merupakan penyedia jasa yang ditujukan untuk melayani kebutuhan customer. Customer atau stakeholder diberikan hak untuk memberikan masukan, mendapatkan informasi, komplain dan menilai kinerja pelayanan publik yang disampaikan dalam mekanisme yang normatif, santun dan demokratis sehingga dapat menjadi variable guna perbaikan dan peningkatan pelayanan publik di masadepan. Oleh karena itu diperlukan regulasi daerah (Perda) tentang pelayanan publik yang proses penyusunannya lebih aspiratif, akomodatif dan transparan dimasing-masing daerah kabupaten/kota di Jawa Timur.

Kedua, merubah mindset dan visi dari para pejabat birokrasi bahwa masyarakat pengguna memiliki hak-hak politik yang harus dipenuhi terutama dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Masyarakat bukan klien yang dapat diperlakukan seenaknya. Perubahan mindset sangat penting karena tanpa perubahan mindset maka amat sulit membayangkan adanya perbaikan kualitas pelayanan. Prinsip pentingnya adalah adanya akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan fungsi tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Joko Widodo (2001:149) “birokrasi publik dikatakan akuntabel manakala mereka dinilai secara objektif oleh orang (masyarakat atau melalui wakilnya) dapat mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan, sikap, dan sepak terjangnya kepada pihak mana kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki itu berasal”.

Ketiga, perlu segera disusun Standar Pelayanan Publik (SPP) di masing-masing kabupaten/kota. SPP bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dimasing-masing kabupaten/kota. Hal ini dilakukan karena apabila belum ada kejelasan standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah akan rentan sekali terhadap praktek-praktek mal administrasi oleh birokrasi pemerintah daerah terhadap masyarakat. Disamping itu diadakannya identifikasi pelayanan-pelayanan apa saja yang harus disediakan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan besaran dan karakter daerah yang bersangkutan. Dalam hal ini termasuk penentuan pilihan siapa yang akan menyediakan pelayanan tersebut apakah pemerintah daerah sendiri, pihak swasta, atau kemitraan antara pihak swasta dan pemerintah daerah.

Keempat, peningkatan sistem monitoring dan evaluasi (monev) pelayanan. Hal ini dilakukan agar pemerintah daerah dapat secara terus menerus meningkatkan kinerja pelayanannya kepada masyarakat, maka dibutuhkan penyusunan suatu design monitoring dan evaluasi baik yang bersifat internal maupun eksternal. Keberadaan instrument monev internal akan memungkinkan pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pengawasan melekat terhadap aparatnya yang melakukan kegiatan pelayanan. Sedangkan instrumen yang bersifat eksternal akan memungkinkan masyarakat atau pemerintah daerah propinsi dan pusat melakukan penilaian atas kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

* KanG Naryo
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Gubuk Maya Kang Naryo | Mas Template
Copyright © 2009. GubuK Maya | Kang Naryo - All Rights Reserved
Created by Gubuk Maya | Kang Naryo
Powered by Blogger